Lihat ke Halaman Asli

Fitriyani

Junior Editor at Delilahbooks.com

Dialog Hati di Batas Senja

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Semburat  merah telah lama merona, lukiskan jingga di kumpulan mega. Sinar matahari menghangat, menyirami wajahku yang sedang menikmati keindahannya sebelum tenggelam di batas cakrawala.

Hatiku tiba-tiba berbisik, “ Aku merindukannya.”

Aku bertanya pada hati, “ Siapa yang kau rindukan?”

Dan hati menjawab, “ Aku merindukan dia yang akan menjagaku dan menghapus sepi disini.”

“ Apa kau mengenalnya?” tanyaku lagi.

“ Aku tidak tahu, yang aku tahu dan aku rasakan adalah bahwa aku teramat sangat merindukannya. Aku kosong, hampa tanpanya. Segeralah kau cari orang yang dapat mengisi kekosongan ini.” Hati merajuk.

“ Hati, diamlah! Tak semudah itu . Bukan mudah mencari orang yang dapat benar-benar kujadikan sebagai bagian dari hidupku. Dia harus bisa menerima zhahirku, baru kemudian aku bisa menyerahkanmu padanya. Kau tahu persis, selama ini aku menyerahkanmu pada sembarang orang, dan kebanyakan dari mereka mencampakkanmu begitu saja tanpa menghiraukan apa yang kau rasa. Jadi, diamlah. Pada waktunya kelak, kau takkan merasa hampa. Akan ada yang bersedia menjagamu untukku, percayalah!”

Hati terdiam sesaat mendengar ucapanku, “ Baiklah, aku percaya dan aku yakin. Tapi, bolehkah aku tetap merindukannya? Dia yang aku rindu adalah dia yang akan menjagaku selamanya.”

“ Kau masih boleh merindukannya, tapi jangan siksa aku dengan kerinduan itu,” pungkasku.

Hati tak berbicara lagi, ia membiarkanku menikmati senja ini dengan tenang.

“ Kamu suka banget ya sama senja?” sebuah suara mengalun menegurku, tapi bukan berasal dari hatiku.

Aku menoleh, kulihat mas Hans berdiri di belakangku. Lalu kujawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan kecil. Mas Hans melangkah mendekatiku kemudian berdiri di sampingku yang masih asyik menikmati buaian senja.

“ Kenapa kamu suka banget sama senja?” tanyanya lagi.

“ Untuk menyukai sesuatu tak harus ada alasannya, karena rasa suka itu berasal dari hati. Hati tak perlu alasan untuk bisa menyukai apapun yang ingin dia sukai,” kataku pelan.

Mas Hans mengangguk-angguk, “ Kamu udah dapet teratainya?”

Aku menggeleng perlahan. Mas Hans tak bicara lagi, nampaknya ia mengerti  bahwa aku ingin menikmati senja ini dalam sunyi. Kulirik sekilas wajah lelaki yang berdiri di sampingku, wajah yang telah merebut hati banyak gadis. Kuhela napas panjang, pada senja kuutarakan isi hatiku:

Senja, kau tahu pria di sampingku ini begitu menarik, namun aku tak bisa menyerahkan hatiku padanya. Dia telah mencampakkan begitu banyak hati, takkan kuijinkan dia merebut hatiku tanpa setahuku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline