Lihat ke Halaman Asli

365 Hari (1)

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hari ini, 08 Mei 2014 adalah hari dimana aku tepat berusia 25 tahun. orang bilang 25 itu batas waktu bagi perempuan untuk mengakhiri masa lajangnya, karna jika melebihi usia 25 tahun maka keinginan untuk membina rumah tangga akan hilang terlebih secara kesehatan, usia 25 tahun adalah puncak kematangan seorang perempuan untuk memiliki keturunan. Dalam keraguan  mempercayai mitos nenek moyangku ada sedikit keyakinan untuk mengiyakan pernyataan tersebut.

Ucapan dan do'a yang dipanjatkan oleh saudara, teman, sahabat bahkan org2 yang hanya mengenalku via facebook didominasi dengan harapan itu, yah... harapan untuk melihatku bersanding dengan laki-laki. sebagian dari mereka beralasan karna usia, dan sebagian lagi ada yang penasaran seperti apa lelaki pilihanku?. Aku memang sering membicarakan tipe laki-laki yang kuharapkan bersama sahabat dan teman-temanku, jadi tidak heran jika mereka berfikir seperti itu, ada ladang untuk ngecengin katanya!.

Misal ucapan dari sepupuku "Hbd Yu mOga cpt Dpt Jodoh, yu cpt Nikah Y,,, biar paz prnkhn'a aku bs mkn Dodol spuas'a,ha,ha,ha" ada juga dari teman tidurku "hbd ba mga pjg umur, cpt nikah, AMIN" bahkan ada yang hanya ingin menggugurkan kewajibanya dan hanya menulis dengan kaata "hbd". Tapi apapun itu aku sangat berterimakasih karna tuhan menghadirkan mereka yang perhatian dan menyayangiku. Setelah satu-persatu kujawab dengan ucapan terima kasih dan mengaminkan do'a akupun meniliskan sebuah kalimat untuk mereka semua.

"Terima kasih tuhan,,, atas semua nikmat dan karuniaMu,,, atas semua kepercayaanMu memberikanku hidup yg indah, keluarga dan saudara yg mencintaiku, sahabat2 yg mengasihiku, teman2 yg memperdulikanku dan khususnya mereka yang senantiasa mendo'akanku selalu dalam kebaikan, semoga allah memberikan kebaikan bagi mereka,,, #amiiinnn"

Ucapan-ucapan itu mengajakku mengingat pada saat perayaan awal tahun 2014 aku menulis sebuah mimpi dan resolusi yang aku dapatkan dari evaluasi pencapaian target tahun sebelumnya. Tidak ada tarjet untuk melepas masa lajangku, yang ada hanyalah karier dan pendidikan. Tarjet-tarjet yang kubuat bukan semata-mata keinginanku saat itu, tapi kusesuaikan dengan tugas life maping yang aku buat tiga tahun yang lalu saat aku mengikuti perkualian Total Quality Management (TQM). Dosen yang mengajar mata kuliah tersebut memberikan tugas untuk membuat life maping dalam sebuah power point. Beliau mengatakan semakin jauh kita membuat life maping, maka tingkat imajinasi dan kegagalanya semakin tinggi, tapi itu menggambarkan sejauh mana pola fikir dan mimpi kalian. Saat itu aku hanya mampu membuat tarjet sampai 25 tahun kedepan, sedangkan temanku ada yang mampu membuatkan sampai 45 tahun kedepan.

Terkadang aku berfikir, kenapa kebahagiaan perempuan selalu dikaitkan dengan kehebatanya mencari suami dan kemampuanya melahirkan junior-juniornya?. Bukankah setiap orang memiliki cara tersendiri untuk bahagia.

Memutuskan untuk berumah tangga bukanlah hal yang mudah, ada konsekuensi dan tanggung jawab besar didalamnya, karna menikah adalah sebuah obrolan panjang.  Butuh intelektual untuk memberikan bumbu dan kenyamanan dalam obrolan itu, butuh kecerdasasan emosional dan spritual untuk mengontrol intonasi dan pokok bahasan dalam obrolan, bahkan membutuhkan finansial, terbayangkan bagaimana rasanya kita mengobrol panjang tanpa minum, tanpa cemilan yang semua itu kita beli dengan uang. rasanya mulut berbusa, pahit dan lagi enzim di mulut kita akan berubah dan mengakibatkan bau yang akan memberikan ketidaknyamanan bagi lawan bicara kita.

Aku bahkan telah melakukan survei kebeberapa sahabat, teman dan keluarga yang sudah menikah. Apa alasan dibalik pernikahan mereka?. Kaum laki-laki lebih banyak berorientasi sexual dan kelanjutan generasinya, sedangkan kaum perempuan menjadkan sebuah adat dan cara pandang masyarakat timur, batas usia lah, kemauan oran tua lah dan sebagian dari mereka mengatasnamakan agama sebagai landasanya. Tapi entah mengapa tidak ada diantara mereka yang beralaskan "untuk bahagia", padahal jawaban itu yang sangat aku harapkan. seperti halnya alasan yang akan kujadikan ketika aku akan menikah, so bisa disimpulkan aku hanya butuh lelaki yang bisa membahagiakanku dengan caranya.

ada sebuah pusisi karya Jalaludin Rumi tentang perkawinan. Seorang sufi yang menuliskan puuisi2nya dengan begitu indah.

”PERKAWINAN”

Betapa bahagia saat kita duduk di istana, kau dan aku,

Dua sosok dan dua tubuh namun hanya satu jiwa, kau dan aku.

Harum semak dan senandung burung ’kan menebarkan pesona

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline