Lihat ke Halaman Asli

Alif Muttaqin

Just Alif

Anas – M. Rahmad bukan Soekarno – M. Hatta

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak statemennya menggegerkan dunia intelijen, saya sedikit tertarik untuk mengetahui tentang profil M. Rahmad. Tangan kanan Anas Urbaningrum yang dalam statemen maupun konferensi persnya membuat statemen ngawur ini ternyata merupakan fans berat Anas Urbaningrum.

Bersama Anas, M. Rahmad mendirikan PPI, Perhimpunan Pergerakan Indonesia. Namun amat disayangkan, sejak didirikan PPI belum bergerak sama sekali, justru menjadi Permusuhan Pemerintah Indonesia, PPI juga sih singkatannya. Hampir dalam setiap statemennya, PPI selalu berseberangan dengan pemerintah, seperti halnya PDIP. Bedanya PDIP bersuara lantang, kalau PPI, seperti biasa, sindiran.

Diawali dengan statemen-statemen nyinyir Anas Urbaningrum, disambut dengan komentar tak berdasar dari M. Rahmad, membuat PPI justru mendapatkan kesan negatif dan Ormas yang sama sekali tak kredibel.

Bila kita sedikit mencermati Anas dan tangan kanannya ini, seharusnya ada secercah harapan bahwa akan muncul dwi tunggal yang baru, penerus Soekarno – Hatta.

Anas sendiri dilahirkan di Blitar, 44 tahun yang lalu, sama dengan tempat kelahiran Soekarno.Begitu juga M. Rahmad, ternyata politisi satu ini dilahirkan di Sumbar, sama dengan kelahiran M. Hatta (walaupun sedikit berbeda, M. Rahmad di Payakumbuh, Bung Hatta di Bukittinggi).

Memang, tempat lahir tidak serta merta menunjukkan kualitas seseorang. Namun, mungkin hanya sedikit pasangan yang berasal dari dua tempat yang sama. Ya, setidaknya kearifan kedua Proklamator itu sedikit ditiru oleh kedua juniornya.

Akan tetapi, faktanya jauh panggang dari api. Semakin kita telusuri sepak terjang keduanya, semakin jauh profil mereka dibandingkan Soekarno- Hatta. Walaupun sama-sama pernah sebagai tersangka (Soekarno bahkan sempat dipenjara), namun ternyata kasusnya berbeda, bila Soekarno ditahan karena melawan Belanda, Anas menjadi tersangka karena diduga tersangkut korupsi.

Baik Soekarno maupun Anas sama-sama merasa berjuang melawantirani dan dominasi. Bedanya, bila Soekarno mengatakannya dengan suara lantang dan tak takut dipenjara, Anas justru melawannya dengan sindiran-sindiran, plus kata-kata ‘saya ikhlas’.

Begitu juga dengan pasangan mereka masing-masing. M. Hatta tentu berbeda dengan M. Rahmad. Masih teringat di benak saya sikap Bung Hatta yang begitu gentle, kalau beliau merasa benar, beliau akan memepertahankannya, bahkan rela mundur sebagai Wakil Presiden. Namun bila beliau salah, beliau bukan orang yang pantang meminta maaf.

Bagaimana dengan M. Rahmad? Jumpa pers kemarin menjadi buktinya. Dia adalah orang yang sangat kuat mempertahankan keegoisannya. Tak ada kata maaf keluar dari mulutnya. Dia merasa mendapat informasi dari Sri Mulyono. Anehnya, ternyata keterangan Sri Mulyono-pun dibantah oleh Prof. Subur, bahwa tidak ada konfirmasi dari anggota PPI maupun dari ormas PPI sendiri. Tidak ada ajudan yang menjemput atau disuruh menjemput, kecuali ajudan Prof. Subur sendiri.

Saya rasa cukup membandingkan antara dua pasangan tersebut, cukuplah, tak usah membandingkan PPI dengan PNI juga. Tak usah saya bandingkan Tri Dianto dengan M. Yamin misalnya..

Membandingkan saja sebenarnya saya malu.. hanya karena kesamaan itu tadi..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline