Lihat ke Halaman Asli

Biarkanlah

Diperbarui: 30 Januari 2021   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar: pixabay.com

Sekian lama debu menumpuk di hatimu, hingga kering gersang menghampari di tiap sudut. Menutup lekat dindingnya. Tersisa hening mencengkram, lalu kau banyak diam menatap lekat di depan belati kenangan yang masih siap merobek luka lama.

Sering kau duduk memantrai senja yang meringkih. Sibuk menghitung detik-detik yang melumpuh. Menggulung keramaaian diantara kaki-kaki langit yang kian rapuh digantikan malam pelepas lelah.

Di perjumpaan malam, setangkai do'a pengiring kaki-kaki kecil riang menuju ruang penghambaan. Namun kau tetap membisu. Tenggelam dalam pusaran kenikmatan racikan amarah tak berguna. Untuk apa kau sembunyi dirimbunan kesumat penuh kenangan berdaki?

Semakin kau tenggelam dipusaran kesumat, kau kian terjerumus di luka baru tak berkesudahan. Merenggut detik hari-hari bahagiamu yang kian menjauh. Ingatlah, takkan ada yang sempurna. Segalanya dalam genggamanNya.

Tataplah sedetik saja. Bukankah sajadah panjang telah terhampar? Tidakkah sedikit saja buka pintu hatimu. Biarkan pula air kesadaran membasuh pelan, meresap ke segenap pori-pori raga.

Biarkanlah karat amarah dan kesumat luntur terbasuh seiring tetesan-tetesan sejuk yang menitik. Lepaskanlah rindu menghambur di sujud terdalam teriring rinai butiran bening. Biarkan keikhlasan yang bicara. Kelak kau kan temukan damai di dada seluas saujana.

(Sungai Limas, 30 Januari 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline