Generasi era 4.0 harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Revolusi Industri, serba mesin, serba otomatis. Lalu generasi milenial berada di mana?
E Banking, e money, belanja online, dst menyisakan sedikit lapangan kerja buat mereka. Apalagi pertumbuhan media online begitu pesat. Sektor industri serba otomatis. Memerlukan sangat sedikit operator.
Sementara implementasi Industri 4.0 di Indonesia yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Dipastikan dari ke lima komponen tersebut telah menggunakan robot atau cyber physical system (sistem siber-fisik), Internet untuk Segala (IoT), komputasi awan (cloud), dan komputasi kognitif.
Perlahan tapi pasti generasi milenial sebagian besar akan tersingkir dari dunia kerja. Kalau hanya tenaga kerja yang andal serta keterampilan khusus untuk penguasaan teknologi terkini barangkali akan diisi oleh mereka yang memiliki peluang yang besar menyelesaikan study hingga perguruan tinggi.
Sementara generasi milenial lulusan SMA dan SMK atau sederajat akan semakin jauh tertinggal dalam persaingan. Akan dikemanakan mereka. Mustahil negara membiarkan sekian banyak lulusan tersebut menjadi pengangguran atau tinggal di rumah berpangku tangan pada orang tua. Suatu saat mereka harus menjadi orangtua dan menggantinan generasi terdahulu.
Ketika pemerintah mencoba mencarikan solusi berupa peningkatan kapasitas pekerja milenial itu yang akan diwujudkan melalui pelatihan, kursus dan sertifikasi. Kurikulum SMA dan SMK yang ada telah memenuhi belum?
Diharapkan industri dan institusi pendidikan mulai peduli pada isu tentang peningkatan kapasitas pekerja di era Industri 4.0 ini. Sedangkan pendidikan terkait erat dengan kurikulum dan tenaga pengajar.
Mungkin kita tidak akan menyanksikan dengan kualitas dosen yang ada di perguruan tinggi. Para dosen mau tidak mau menjadi motor penggerak perubahan pada mahasiswanya agar melek IT. Namun bagaimana dengan guru di SMA dan SMK atau sederajat. Sebuah masalah baru akan muncul.
Mereka yang jauh dari akses lengkap, seperti di desa misalnya. Mereka juga generasi milenial anak bangsa. Pengembangan kompetensinya berjalan pasti terseok-seok. Sementara laju perubahan revolusi industri 4.0 melesat jauh meninggalkan mereka.
Di samping itu tidak semua lulusan SMA mampu dengan keterbatasan ekonomi keluarga melanjutkan ke perguruan tinggi.
Oleh karena itu, saat ini sebenarnya di samping mendorong generadi milenial, pemerintah juga perlu mencarikan solusi bagi generasi milenial yang termaginalkan ini. Insentif berupa dukungan kebijakan dan reward berupa penyediaan lapangan kerja yang memadai bagi mereka.