Lihat ke Halaman Asli

Peningkatan Kompetensi Guru melalui Pelatihan Daring

Diperbarui: 6 Maret 2020   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru kok takut dengan tes terhadap dirinya ya? Terbukti ketika gladi bersih UNBK 2020 ini tak sedikit guru yang khawatir hasilnya akan jelek. Malu katanya. Kenapa bisa? Padahal hari-hari tugasnya memberikan tes pada peserta didik.

Namun, ketika harus berhadapan langsung dengan tes yang mengharuskan guru menjawab bermacam-macam seloroh keluar dari mulut mereka. Ingin belajar lagi akh. Ingin membaca lagi, ingin mendalami materi lagi, dan seterusnya.

Padahal jelas-jelas, sebelum berdiri di depan kelas guru sudah dibekali dengan setidaknya dua kompetensi yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi keprofesionalan. Penguasaan kedua kompetensi ini harus benar-benar mendarah daging pada guru. Tidak saja hanya dalam tataran hapalan, atau keterampilan saja. Namun penghayatan dan penjiwaan juga perlu ditamankan.

Dalih yang dikemukakan pun beraneka ragam. Mulai dari tugas tambahan yang banyak menyita perhatian, seperti guru yang merangkap sebagai bendaharawan BOS, Operator Dapodik, dan Tugas lain yang secara langsung tidak berhubungan dengan tugas utamanya di dalam kelas.

Akhirnya, topoksi yang harusnya dicermati dan dihayati malah lenyap perlahan hingga hapalan pun terhadap kompetensi hilang. Kalau sudah begini apa yang harus dilakukan.

Maka dari itu, penyegaran berupa pelatihan guru mutlak diperlukan. Baik dalam tatap muka dengan waktu yang ditentukan, maupun dengan daring (dalam jaringan). Untuk pelatihan semi daring, dengan model in - on - in saat ini sangat digemari. Dengan alasan penghematan anggaran tentunya.

Apa pun model pelatihan yang diterapkan, efektifitas dan efesiensi dari pelatihan tetap menjadi prioritas. Materi pelatihan, serta pemberi materi yang kompeten menjadi faktor penentu, disamping niat dan kemauan yang kuat dari guru peserta pelatihan tersebut.

Demikian juga tindak lanjut setelah selesai pelatihan juga menjadi kunci pelatihan berhasil. Keseragaman antara guru yang dilatih, kepala sekolah sebagai penentu kebijakan yang ada di sekolah, dan pengawas pembina harus selaras dan serasi. Jangan sampai ketiga unsur yang berpan penting ini saling bertabrakan. Jika terjadi tabrakan maka guru akan kebingunan menerapkan hasil pelatihan yang diterimanya.

Misalkan saja ketika model pembelajaran yang menjadi materi pelatihan adalah model inkuiri kemudian peserta didik melakukan aktifitas pembelajaran di luar kelas. Kalau kemudian kepala sekolah kurang setuju karena alasan tertentu dan mewajibkan pembelajaran berada dalam kelas saja. Maka model pembelajaran inkuiri tak akan terjadi.

Contoh lain yang sering terjadi adalah ketika peserta didik diminta oleh guru membawa gawai ke sekolah karena peserta didik diminta untuk mengerjakan tugas yang mengharuskan mereka berselancar online. Kalau kebijakan kepala sekolah tak mengizinkan peserta didik membawa gawai ke sekolah. Acara berselancarnya pun batal.

Seiring dengan berubahnya zaman menjadi era digital, dan ketertinggalan guru ketika berada di bangku kuliah memaksa guru harus kembali belajar keras. Dan salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan mengikuti pelatihan lewat daring.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline