Melati Di Depan Rumah, Hatinya Resah
Aku melihat
Ranting melati kelopaknya mulai mekar,
putih sedap dipandang mata,
harum menggoda,
banyak mata melirik,
menarik napas panjang menghidu aromanya.
Melati bimbang,
penyangga tak lagi mampu diharapkan,
setiap pagi pucuk bertambah tak tau lagi rambatan dilewati.
Melati berusaha sendiri,
meminta hujan larutkan kaparan walau banjir menggenang,
ia berdoa setiap malam.
Bunga pertama jatuh,
terinjak juga akhirnya, bunga ke dua, ke tiga entah berapa bunga yang mengalami nasib sama.
Aku mendengar,
Melati mulai kasak kusuk mencari pelamar,
setiap menjelang tidur hatinya gusar,
sendirian sungguh menyiksa, sementara air hujan yang diharapakan tak kunjung tiba,
"Apalagi banjir," begitu pikirnya.
Melati tak kuasa mengibai kelopaknya yang perlahan mulai renta,
ia hanya tersandar pada tiang yang juga perlahan lapuk termakan usia,
entah sampai kapan,
tapi ia tak butuh kasihan.
(Sungai Limas, 21 Desember 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H