Lihat ke Halaman Asli

Ekri Pranata Ferdinand Baifeto

Timor Tengah Selatan

Tuntutan Adat-Budaya Vs Logika

Diperbarui: 14 April 2019   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia kaya akan adat dan budaya. Pada tahun 2018, Kemendikbud menetapkan bahwa Indonesia memiliki 819 Warisan Budaya Takbenda dari 8.065 karya budaya (Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018). Sungguh luar biasa bukan? Jumlah kebudayaan ini belum termasuk kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia sendiri. Hal ini merupakan sesuatu yang harus kita hargai dan apresiasi.

Adat dan budaya Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dari sekian banyak adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia. Dari 21 kabupaten yang ada (tidak termasuk Kota Madya) masing-masing memiliki adat dan kebudayaan yang berbeda, baik itu bahasa, pakaian adat, rumah adat, bahkan budaya dalam kehidupan sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari di Nusa Tenggara Timur (NTT), masyarakat tidak terlepas dari penerapan adat dan budaya. Adat dan kebudayaan yang ada mempengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat mulai dari kehidupan sosial, agama, kepercayaan bahkan juga pola pikir masyarakat.

Masyarakat NTT sangat menjunjung tinggi akan adat dan budaya. Hal ini dapat dibuktikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kehidupan modern saat ini seakan no effect terhadap kehidupan dan pola pikir masyarakat.

Tuntutan adat seringkali menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dipengaruhi karena masyarakat memposisikan adat pada level yang lebih tinggi dari manusia itu sendiri. Adat juga menjadi pengambat aktivitas masyarakat. Pada level yang lebih tinggi, masyarakat sudah tidak lagi menggunakan logika atau akal sehat dalam menerapkan tututan adat, bahkan 'rela rugi' asalkan tuntutan adat dapat terpenuhi.

Berikut ini adalah contoh-contoh dari penerapan adat di NTT:

Belis (Mahar)

Dalam budaya di NTT, Belis adalah istilah untuk mahar. Belis atau mahar ini diberikan pada saat seorang laki-laki akan melamar seorang perempuan. Dalam lamaran ini biasanya keluarga dari mempelai laki-laki diharuskan untuk membawa mahar atau mas kawin yang ditentukan oleh keluarga dari mempelai perempuan. Mahar atau mas kawin di setiap daerah berbeda-beda.

Di beberapa daerah besarnya mahar atau mas kawin sudah dipatok berdasarkan status keluarga dan tingkat pendidikan. Semakin tinggi status keluarga dan tingkat pendidikan maka semakin mahal pula harga mas kawinnya.

Mas kawin yang dibayarkan tidak tanggung-tanggung. Mulai dari uang, banda pusaka yang harganya sangat mahal, ternak seperti sapi, kuda, maupun kerbau yang jumlahnya bisa "berkandang-kandang". Di tempat lain bahkan diharuskan mas kawin dalam bentuk gading gajah (padahal di NTT tidak ada gajah).

                                                                                                 Salah satu bentuk belis di NTT dalam bentuk gading gajah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline