Lihat ke Halaman Asli

Adakah Partai Golput?

Diperbarui: 1 Februari 2019   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Golput bisa terpicu karena beberapa sebab.  Misalnya, akibat kekecewaan dan atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan serta bangunan sistem politik. Tidak berfungsinya lembaga-lembaga perwakilan masyarakat, serta maraknya kasus korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan anggota lembaga perwakilan rakyat juga menjadi penyebab naiknya angka golput.  Golput juga tercipta karena alasan administrasi, misalnya tidak terdaptar dalam DPT.

Dua kali Prabowo Subianto mencalonkan presiden. Dua kali pula saya mendukungnya.  Untuk yang ketiga kalinya, pada Pilpres 2019 ini, saya pikir-pikir dulu. Alasannya, partai Gerindra yang mengusung Prabowo, dirasakan tidak lagi konsisten. Saya tidak tahu persis apakah Prabowo yang tidak konsisten atau partainya yang membungkus rapih nama mantan koruptor dalam daftar caleg yang akan diteken Ketua Umum.

Dalam beberapa kesempatan, statemen Prabowo selalu lantang soal koruptor. "Saya akan pecat kalau ada kader yang korupsi" begitu komitmennya. Tentang pernyataan ini, saya pernah mendengar langsung ketika beliau memberikan pidato politik di depan para kader partai Gerindra.

Lalu, kenapa ada mantan narapidana kasus korupsi yang lolos jadi caleg dari partai Gerindra ? Apakah partai kekurangan kader ?

Ini yang membuat saya kecewa dan memutuskan untuk Golput pada Pilpres 2019. Ketika orang sudah memutuskan untuk Golput, maka ia tak lagi peduli dengan siapa yang akan memenangkan pertarungan. 

Bagi saya, siapapun yang menang, saya tidak begitu ambil pusing siapa nanti yang bakal menjadi presiden. Siapapun presidennya. Entah itu Jokowi ataupun Prabowo, yang penting punya komitmen untuk membumihanguskan praktek korupsi. Karena korupsilah negeri ini menjadi rusak. Ekonomi murat marit, hutang ribuan trilyun.

Ketika ada dua calon yang berkompetisi, dan keduanya tidak masuk nominasi, atau keduanya mengecewakan, maka pilihannya adalah golput. Kita tidak bisa memaksakan kehendak seseorang untuk memilih capres tertentu sementara kita tidak senang atau kecewa pada capres tersebut.

Golput adalah pilihan.  Adakah partai Golput ? Ikutan ah.- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline