Pesona Indonesia negeri kepulauan yang menawan terletak di garis khatulistiwa merupakan negara agraris yang dianugerahkan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Populasi penduduk yang cukup tinggi, lebih dari 270 juta jiwa. Maka ketahanan pangan menjadi suatu yang sangat penting. Untuk itulah Indonesia harus membangun benteng ketahanan pangan yang kokoh.
Membangun Benteng Kokoh Ketahanan Pangan
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki pondasi yang kuat untuk membangun benteng ketahanan pangan yaitu berupa kekayaan hayati yang luar biasa, dengan berbagai jenis tanaman pangan lokal yang memiliki nilai gizi tinggi. Namun kelemahan dari pondasi itu adalah masyarakat Indonesia lebih menyukai beras sebagai makanan pokok. Bahkan sebagian besar masyarakat Indonesia, makan nasi menjadi suatu kewajiban.
Seperti yang dikatakan oleh Kemendikbud, Sjamsul Hadi, dalam Forum Bumi yang digelar oleh Yayasan KEHATI yang dikutip dari Nationalgeographic.co.id bahwa sistem pangan Indonesia harus berbasis pada keberagaman Nusantara, persisnya pada keragaman sumber hayati dan budaya pangan negeri ini. Setiap masyarakat lokal di masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan sumber pangan lokal masing-masing yang harus dilestarikan dan diteladani untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga keragaman pangan nasional.
Untuk mengatasi kelemahan pondasi benteng ketahanan pangan yaitu dengan cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman pangan lokal menjadi langkah yang utama. Selain meningkatkan keamanan pangan nasional, ini juga dapat mendukung keberlanjutan lingkungan, karena pangan lokal umumnya lebih tahan terhadap kondisi iklim setempat.
Diversifikasi pangan juga perlu didorong dengan mengurangi ketergantungan pada beras dan mempromosikan konsumsi pangan lokal seperti umbi-umbian, jagung, dan sagu.
Kendala utama yang menghadang pembangunan benteng ketahanan pangan adalah cuaca ekstrem seperti kekeringan berkepanjangan, banjir, serta kenaikan suhu global berdampak langsung pada produktivitas lahan pertanian Produksi pangan menjadi tidak stabil karena pola tanam yang terganggu.
Diketahui bahwa tanaman padi paling rentan terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi melalui penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi cuaca ekstrem dan pengelolaan lahan yang lebih baik. Teknologi seperti irigasi modern dan pemantauan cuaca berbasis data dapat membantu petani menyesuaikan pola tanam mereka sesuai dengan kondisi yang ada.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), setiap tahun lahan pertanian produktif di Pulau Jawa yang merupakan sentra produksi pangan nasional semakin menyusut, karena pesatnya laju Urbanisasi yang juga merupakan kendala yang menghadang selanjutnya karena telah mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan kawasan industri.
Dampaknya, lahan yang tersedia untuk produksi pangan semakin berkurang, padahal kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi.
Untuk mengatasi hal ini, pengembangan lahan di luar Pulau Jawa menjadi salah satu solusi, termasuk optimalisasi lahan marginal di wilayah-wilayah Indonesia Timur yang memiliki potensi besar.