HEMPASAN OMBAK KONFLIK
DI LAUT CHINA SELATAN DAN KEDAULATAN INDONESIA
Oleh
Eko Yuli priharyanti
Ombak Laut China Selatan yang semula tenang berubah seketika menjadi mengerikan. Ketika China mulai melakukan kegiatan yang sangat tidak menyenangkan kepada negara-negara yang berada di dalam wilayah Perairan Laut China Selatan, seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Dengan arogannya negeri tirai bambu itu mengeluarkan peta baru yang bertujuan untuk mengklaim kedaulatan Tiongkok pada teritorial Perairan Laut China Selatan atau dikenal dengan istilah "Sembilan Garis Putus-putus". Legitimasi China didasarkan pada sejarah penguasaan tradisional di masa lampau. Keserakahan China ingin menguasai semua sumber daya alam yang ada di dalam gugusan kepulauan Paracel dan Spratly dimana didalamnya terdapat pulau yang tidak berpenghuni atol atau karang. Memancing kegaduhan dan sengketa dengan negara-negara di dalam wilayah Perairan Laut China Selatan. Genderang konflik pun mulai ditabuh oleh Tiongkok dan disambut dengan penuh kemarahan oleh negara-negara di dalam wilayah Perairan Laut China Selatan. Mereka pun ramai-ramai mengklaim bahwa sebagian wilayah Laut China Selatan masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah negara mereka berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional atau United Nations Convention on the Law of Sea (Unclos, 1982).
Kekayaan laut yang berupa ikan , terumbu karang dan juga sumber energi seperti minyak dan gas membuat perairan Laut China Selatan menjadi mempesona negara-negara yang terletak di dalam wilayah Perairan Laut China Selatan. Selain kekayaan sumber daya alam, Perairan Laut China Selatan juga merupakan jalur perdagangan yang sibuk. Hal ini juga menjadikan Laut China Selatan semakin mempesona. Bagaikan putri cantik nan elok yang menjadi rebutan para pangeran. Tidak hanya diperebutkan oleh negara-negara di dalam wilayah perairan Laut China Selatan, tetapi juga menarik perhatian negara-negara di luar wilayah Perairan Laut China Selatan. Negara adidaya seperti AS dan Rusia, juga ikut dalam meramaikan konflik. Hal inilah yang akan memicu timbulnya ombak konflik yang lebih besar di Perairan Laut China Selatan.
Keserakahan negeri tirai bambu menjadi konflik yang berkepanjangan pada perairan Laut China Selatan menciptakan ombak besar yang siap menghempas siapa saja yang menentangnya. Tidak cukup berkonflik dengan negara pengklaim tapi juga merambah ke negara di luar pengklaim seperti Indonesia. Sepak terjang Negeri Tirai Bambu mulai meresahkan perairan Indonesia yang terletak di sekitar Perairan Utara kepulauan Natuna yang merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Karena Tiongkok juga ingin memiliki sumberdaya alam pada perairan tersebut yang disinyalir terdapat sumber minyak dan gas yang cukup besar dan juga ikan-ikan yang lebih banyak.
Dengan bermodal pernyataan sepihak yang mengklaim bahwa perairan di kepulauan Natuna Utara adalah "daerah penangkapan ikan bagi Tiongkok sejak dulu" (traditional chinese fishing grounds). Nelayan-nelayan dari Tiongkok mulai melakukan pencurian ikan ikan di sekitar perairan Utara Kepulauan Natuna. Mereka melakukan pencurian dengan dikawal angkatan laut Tiongkok. Hal ini sangat merugikan nelayan Indonesia dan negara Indonesia pada umumnya. Negeri Tirai Bambu dengan sengaja menabuh genderang untuk menciptakan ombak konflik besar yang akan digunakan untuk menghempas Kedaulatan Indonesia di perairan Utara Kepulauan Natuna.
Pemerintah Indonesia menyambut tabuhan genderang konflik dari Negeri Tirai Bambu. Dengan segenap kekuatan dan kemampuan yang ada pada saat ini Indonesia membangun benteng pertahanan untuk menahan hempasan ombak konflik yang berasal dari tabuhan genderang yang sengaja diciptakan oleh Negeri Tirai Bambu.
Indonesia tidak hanya membangun benteng pertahanan di Perairan Utara Kepulauan Natuna tapi juga membangun benteng melalui jalur perundingan dan diplomasi karena pada dasarnya Indonesia adalah negara yang cinta damai. Kerja sama antara Indonesia dengan negara Asean dan juga China yang terjalin sejak lama, menjadi pertimbangan semua negara yang berkonflik. maka Indonesia berhasil menahan ombak konflik sehingga tidak menimbulkan gelombang yang lebih besar yang bisa menghempas benteng pertahanan kedaulatan Indonesia di Perairan Utara Kepulauan Natuna.
Hingga saat ini konflik yang terjadi di Perairan Laut China Selatan belum pernah menjadi peperangan terbuka. Tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi perang terbuka jika semua negara di dalam kawasan dan negara di luar kawasan perairan Laut China Selatan tidak bisa menahan diri.