Minggu ini, setelah sarapan sega berkat, saya ngeteh di teras belakang rumah. Duduk di kursi kayu menghadap tanaman-tanaman hijau. Pagi ini agak dingin sedikit. Angin semilir bertiup menggoyang-goyangkan kembang air mata pengantin yang dirubung tawon. Berdengung-dengung.
Kok ndelalah nyonyah rumah saya membuatkan pisang bakar diolesi pasta coklat manis. Mendadak saya ingat peristiwa puluhan tahun lalu. Persis seperti minggu pagi ini, saat itu saya bersama seorang kawan saya, sowan berkunjung ke seorang Gus di kota saya.
Rumah Gus ini berhalaman luas dengan pohon nangka besar di dekat pagar. Selain itu juga ada tanaman-tanaman berdaun lebar yang ditanam dalam pot. Teduh dan sejuk.
Ada beberapa sangkar burung perkutut tergantung di teras. Di dekat tangga rumah ada sangkar burung beo yang langsung mengucapkan assalamu 'alaikum begitu kami mendekat. Tapi tak lama kemudian si beo mengucapkan kata okonge...okonge.. Kata-kata nakal ini mungkin diajarkan oleh santri Gus yang mbeling.
Kami uluk salam dan langsung disambut oleh si Gus sendiri yang sarungan dan memakai kaus oblong. Kami dipersilakan masuk dengan grapyak. Kemudian kami berbasa-basi, minta maaf karena pagi-pagi begini sudah sowan.
"Aman mas. Saya santai kok. Wong minggu pagi lho."
Kami langsung ngobrol. Saat mengobrol itu terbukti benar kesantaian si Gus. Beliau tidak kelihatan buru-buru. Menanggapi obrolan kami dengan panjang lebar. Bahkan sebetulnya kami lebih banyak jadi pendengar daripada pembicara.
Seorang santriwati tiba-tiba muncul membawa teh panas dan pisang bakar. Si Gus mempersilakan kami menyicipi.
"Kudapan kesukaan saya ini mas." Si Gus mengambil satu belahan pisang bakar dan melahapnya. Beliau terus udud. Nikmat sekali nampaknya. Obrolan terus berlanjut sampai kami merasa kalau sudah waktunya pamitan.
Teh panas, pisang bakar dan santai-santai seolah tidak ada tanggungan di minggu pagi inilah yang mengingatkan saya pada teh, pisang bakar dan obrolan di rumah si Gus. Si Gus seolah tidak hanya menikmati minggu pagi. Tapi telah menghayatinya.
Saya lalu teringat saat-saat saya seumuran SD dulu. Bapak saya seorang petani. Biasa pergi ke sawah ketika pagi masih gelap. Saya tidak begitu memperhatikan aktivitas bapak di sawah ketika masih sepagi itu.