Lihat ke Halaman Asli

Eko Windarto

Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023

Dampak Psikologis dari Pelecehan Verbal pada Korban

Diperbarui: 22 Agustus 2024   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Eko Windarto 

Pelecehan verbal merupakan jenis pelecehan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan kerja, keluarga, maupun masyarakat. Jenis pelecehan ini dapat mempengaruhi kesehatan psikologis korban, bahkan jika terjadi hanya sekali.

Dikutip dari survei CNN Jakarta sepanjang bulan Juni 2016 dapat menjaring responden dari kota maupun kabupaten 25.213 untuk melihat kesadaran masyarakat akan kekerasan seksual. Sekitar 58 persen pernah mengalami pelecehan seksual secara verbal. Dan 25 persen lainnya mengalami pelecehan fisik, kayak sentuhan, pijatan, ciuman, remasan pelukan, dan lain-lain. 21 persen responden dipaksa nonton film porno. Selain itu, 6 persen mengaku mengalami pemerkosaan.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal European Journal of Work and Organizational Psychology menemukan bahwa korban pelecehan verbal memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding orang yang tidak mengalami pelecehan. Dalam kasus pelecehan yang terjadi secara berulang, korban dapat mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD), kehilangan rasa percaya diri, dan masalah dalam membangun hubungan sosial.

Selain itu, pelecehan verbal juga dapat mempengaruhi kinerja korban di tempat kerja. Sebuah penelitian tentang dampak pelecehan verbal pada karyawan menemukan bahwa karyawan yang mengalami pelecehan mempunyai kinerja yang lebih buruk, tingkat absensi yang lebih tinggi, dan kinerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Budaya dan norma sosial yang mempromosikan pelecehan verbal dan diskriminasi

Sering kali, pelecehan verbal juga terjadi karena adanya budaya dan norma sosial yang mempromosikan pelecehan dan diskriminasi. Masyarakat seringkali menerima dan bahkan membiarkan jenis pelecehan ini terjadi karena merasa itu merupakan hal yang biasa dan dapat diterima. Budaya patriarki juga dapat mendorong masyarakat untuk memperlakukan satu jenis kelamin lebih rendah daripada yang lain, dan menggunakan bahasa atau ucapan yang merendahkan.

Beberapa jenis pelecehan verbal yang seringkali terjadi karena norma sosial dan budaya yang mempromosikan hal tersebut adalah dengan melakukan body shaming, slut shaming, fat shaming, atau menggunakan ungkapan-ungkapan seksual yang merendahkan. Langkah langkah perlu dilakukan untuk mengatasi budaya dan norma sosial ini agar terjadi perubahan mind set dalam masyarakat

Pendekatan hukum terhadap pelecehan verbal dan diskriminasi

Korban pelecehan verbal dapat mengajukan tuntutan secara hukum terhadap pelaku. Di beberapa negara, pelecehan verbal dianggap sebagai tindakan kriminal dan dapat dihukum dengan denda atau pidana penjara. Namun, untuk mengajukan tuntutan, korban juga harus dapat membuktikan bahwa pelecehan itu benar-benar terjadi dan mencari bantuan hukum membuka laporan pada pihak yang berwenang.

Salah satu kendala dalam pendekatan hukum adalah terkadang sulit untuk membuktikan bukti secara sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, pelecehan verbal seringkali terjadi dalam lingkup pribadi seperti dalam keluarga atau hubungan asmara, dan korban mungkin tidak ingin melaporkannya ke pihak berwenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline