Oleh: Eko Windarto
PENYAIR sebagai manusia biasa seperti manusia lainnya pada hakekatnya selalu haus dan rindu kehadiran Allah di hatinya. Pendek kata, manusia tak bisa berpaling dariNya. Maka dari itu, penyair dan manusia lainnya cenderung mewujudkan religius yang teraplikasi dalam bentuk ibadah, seperti shalat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya. Jika penyair suka masuk dalam penghayatan dan pergulatan batin yang rindu kehadiranNya lewat karya-karya SASTRA yang bersifat sufistik, seperti puisi, cerpen, novel dll.
Sastra sufistik bisa dikata lahir dari kebatinan spiritualisme seorang penyair yang mengetengahkan hubungan antara mahkluk dengan Allah. Maka dari itu sastra sufistik berusaha membangun benang merah tasawuf yang sudah diusung Jalaludin Rumi, Al-Hallaj, Rabi'ah, Hamzah Fansuri dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Oleh sebab itu, sastra sufistik dicirikan dengan nuansa romantisme religius serta bersifat simbolik.
Sastra sufistik merupakan ekspresi dari pengalaman kesufian sang penyair. Rujukan dan penghayatannya adalah Al Qur'an dan Hadits, maka tidak mengherankan apabila sastra sufistik mengungkapkan renungan falsafah hidup yang bertujuan meningkatkan taraf hubungan jiwa manusia dengan Kenyataan Tertinggi.Sastra sufistik merupakan ekspresi estetik yang berkenaan dengan zikir dan pikir, yaitu mengingat dan memikirkan Allah. Puisi sufistik ditulis untuk membawa pembaca melakukan kenaikan, pendakian atau mi'raj ke alam malakut dengan segala kesempurnaannya.
A K U
Aku adalah samudera
Pengetahuanku melingkar sampai barat daya
Hingga hati terpelihara
tali silaturahmi paling sederhana
Dan semua itu sebatas biasa apa adanya
Ada dan tiada; semua miliknya
Aku bukan apa-apa, selain tak berdaya
Batu,352018