Lihat ke Halaman Asli

Eko Triyanto

Penikmat Sejarah

Budaya Meremehkan Kaum Muda

Diperbarui: 2 Februari 2020   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak peduli seorang psikolog dan bergelar profesor, budaya meremehkan kaum muda masih tampak dalam masyarakat kita. Pemuda adalah penyangga dalam setiap peradaban. Sejarah-sejarah besar tidak lepas dari peran pemuda. Dalam tarikh Islam misalnya, para pemuda berusia 15-25 tahun telah banyak mengambil peran dan kemajuan. Mereka menempati posisi penting sebagai pengusaha hingga panglima pertempuran.

Dalam sejarah bangsa Indonesia tidak jauh berbeda, para pendiri Budi Utomo adalah para pemuda pada zamannya. Begitu pula Sumpah Pemuda 1928, yang menjadi penegas bagi persatuan bangsa, juga digagas oleh para pemuda. Pemuda memiliki energi, vitalitas untuk berkreasi dan beraksi. Akhir rezim Orde Lama, juga turut ditentukan oleh gerakan para pemuda. Begitupun ketika Orde Baru runtuh, para pemuda memiliki peran penting di dalamnya.

Dalam sebuah kesempatan, penulis mengikuti sesi seleksi sebagai anggota dewan pendidikan. Seperti asesmen pegawai, proses seleksinya dengan cara berkelompok. Tetapi tidak langsung mengarah bagaimana peserta mampu menjadi manajer yang baik. Sebab, masing-masing peserta mendapat bobot pertanyaan yang sama.

Uniknya, dari beberapa pertanyaan yang sama itu, para penguji terlihat memberi respon yang berbeda dari jawaban para peserta. Termasuk pertanyaan ikutannya. Beberapa peserta masih tergolong berusia muda. 

Ada yang masih menempuh magister, ada pula yang baru saja lulus S2. Ketika para senior menjawab pertanyaan, para penguji seolah antusias dan cenderung untuk sepakat. Berbeda ketika peserta muda yang menjawab, ada kesan pernyataan yang meremehkan. Bahkan ketika seorang dosen sama sekali tidak tahu tujuan dan fungsi dari dewan pendidikan, ia masih mendapat apresiasi! Hebat.

Mungkin, budaya meremehkan kaum muda memang masih menggejala. Para pemuda dipandang tidak layak untuk terlibat dalam urusan orang tua. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline