Lihat ke Halaman Asli

Pendakian Perdana: Gunung Lawu!

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman ini bakalan aku kenang sepanjang hayat dan telah menjadi potongan kecil mozaik kehidupanku.. 4 Juli 2009 Saya memutuskan untuk tetap berangkat menuju kaki Gunung Lawu, perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur walaupun saat itu kondisi badan saya sedang meriang. Pendakian Gunung Lawu sudah direncanakan sebelumnya, bersama teman-teman SMA dan yang lainnya. Namun entah  kenapa tiba-tiba pagi hari waktu hari H bangun tidur badanku terasa berat sekali, kepala pusing, dan lemas. Saya menyadari bahwa saya sedang dalam proses menuju "sakit", meriang, ataupun flu. Meskipun dengan kondisi seperti itu, saya urung membatalkan rencana pendakian. Ini bakalan menjadi pengalaman pertama saya melakukan pendakian gunung. Kesempatan ini tak akan kusia-siakan, mumpung ada teman yang mengajak naik gunung. Tanpa pikir panjang aku telan setablet obat flu dan nekad berangkat. Tim terdiri dari 6 orang, 2 diantaranya teman saya sewaktu SMA dulu, Luqman dan Kiki. 3 orang lainnya adalah Trias, Richo, dan satunya lagi saya lupa namanya. Mereka teman-temannya Luqman. Dari Jogja menuju ke basecamp pendakian Gunung Lawu kami memakai sepeda motor. 3 sepeda motor melaju menyisir jalan Jogja-Solo melewati Tawangmangu dan akhirnya sampai di Cemoro Sewu, salah satu basecamp pendakian. Untuk mendaki Gunung Lawu terdapat 2 basecamp yaitu Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu. kedua basecamp itu hanya berjarak sekitar 200 meter, namun kami meilih melewati Cemoro Sewu karena jalur pendakian nya relatif lebih mudah. Di perjalanan menuju Cemoro Sewu, di atas motor yang melaju, saya merasakan badan ini terasa sangat lemas, kepala nyut-nyut an, mata ini sayu, dan pinggang pegel-pegel di bawah sengatan terik matahari. Namun itu tak menyurutkan tekad dan semangatku untuk tetap melakukan pendakian perdana ini, walaupun akhirnya sesuatu yang tak diharapkan terjadi.. Sampai di Cemoro Sewu kami pun istirahat sejenak, pesan minuman hangat karena suhu udara sudah mulai dingin dan badan saya merasakan dingin yang lebih dingin daripada biasanya karena memang sedang meriang. Sempat merasa ragu untuk tetap ikut mendaki, tapi kalau tidak ikut terus bagaimana nasibku ditinggal sendirian? Sambil terus berdoa memohon kekuatan kepada Allah, saya meluruskan niat untuk tetap ikut naik. Setelah sholat di masjid dekat lokasi, kami pun bersiap untuk melakukan pendakian. Cek perlengkapan. Saya masih belum begitu paham peralatan apa saja yang harus dibawa. Standar sih cuma bawa ransel (tidak terlalu gede), jaket, sarung tangan, senter, kupluk, makanan, minuman. Kayak cuma mau kemah doang, hehehe. Untung saja teman saya udah cukup banyak pengalaman mendaki gunung, jadi dia yang bawa peralatan tim seperti tenda, nesting, kompor, dll. Dan parahnya SB (Sleeping Bag) pun saya tidak membawanya! Sebelum mulai melangkahkan kaki menuju jalur pendakian, kami berdoa terlebih dahulu. Awal perjalanan saya cukup semangat melalui medan yang menurut saya biasa saja, tidak terlalu berat karena jalur pendakian sudah dibuat semacam anak tangga dari susunan batu-batu. Rasa dingin pun seolah memudar seiring dengan meningkatnya frekuensi detak jantung dan nafas yang mulai tersengal. Namun perjalanan dari pos 2 menuju pos 3 atau dari pos 3 ke 4 (saya lupa), badan ini mulai memberontak. Baru naik beberapa meter sudah minta istirahat, duduk. Beranjak lagi.. istirahat lagi. Sampai pada akhirnya kekuatan badan untuk tetap berjalan naik mulai hilang, pandangan mata mulai kabur, dan rasanya tubuh ini menjadi ringan sekali, hampir kehilangan kesadaran. Hawa semakin dingin dan oksigen semakin tipis. Teman-teman terus menyemangati, sesekali menawarkan instirahat di pos saja gak usah dilanjutkan naik dengan konsekuensi ditinggal sendirian. Saya menolak. Richo dan mas yang saya lupa namanya membantu saya dengan memapah kedua bahu saya. Sambil terus berjalan naik perlahan dengan kondisi kesadaran saya hampir hilang. Sampai kami memutuskan untuk nge camp mendirikan tenda di pos terakhir sebelum puncak (pos 5). Tenda sudah siap, teman-teman yang menyiapkannya sementara saya terkulai lemas sambil menggigil menahan hawa dingin. Menyalakan api dari parafin untuk menghangatkan tubuh. Kemudian masuk ke tenda untuk istirahat. Tidur. Mata ini sempat terlelap, namun terusik oleh suhu udara yang sangat dingin. Memang pada waktu kemarau di malam hari suhu menjadi dingin sekali. Ekstrim. Terbangun diantara dua tubuh yang meringkuk beselimutkan SB. Lha saya tidak pakai apa-apa, hanya jaket, kaos tangan, kaos kaki, kupluk. Luar biasa dingin! Saya keluar tenda sebentar, buang air. Sekejap angin malam berdesing menerpa tubuh ini dan semakin membuatnya menggigil kedinginan. Tak sengaja menatap ke langit, sang bulan sabit pun melengkungkan senyum indahnya seolah tak mengerti keadaanku saat itu yang merasa tersiksa oleh dinginnya suhu angin malam. Melempar pandangan ke arah lain, saya melihat hamparan bintang gemintang yang sungguh menawan dengan berbagai formasi yang beragam. Simpul senyum sedikit terkembang, takjub dengan apa yang aku lihat. Keajaiban alam semesta. Tidak berlama-lama saya membiarkan tubuh ini dihempas oleh sang angin, langsung masuk ke dalam tenda lagi. Berusaha memejamkan mata di tengah malam yang amat sangat dingin dengan badan menggigil serta rahang yang bergeletuk. 5 Juli 2009 Akhirnya sang mentari pun memberikan kilau cahaya kehangatannya. Saya terbangun dengan kondisi tubuh yang sedikit lebih baik daripada semalam. Teman-teman sudah mulai memasak sarapan dan merencanakan untuk menuju ke puncak. Saya juga diajak untuk muncak tapi dengan pertimbangan kondisi tubuh, saya menolak dan memilih untuk istirahat di tenda saja. Pikirku, mungkin saya kuat-kuat saja untuk mencapai puncak dengan sisa tenaga yang saya miliki saat itu, namun hal penting yang ada di benak saya adalah menyiapkan tenaga untuk turun sampai ke basecamp. Saya tidak mau merepotkan lagi seperti malam sebelumnya. Yasudah aku rela tidak naik sampai puncak. Ternyata si Luqman juga tidak ikut muncak malah tidur di dalam tenda. Indikasi meriang juga katanya. Ada temen nya meriang juga, hehehe.

Sembari menunggu teman-teman yang lagi pada muncak, saya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya buat istirahat, mengumpulkan kembali sisa-sisa semangat dan tenaga untuk turun gunung. Setelah pada balik ke tenda, kami packing untuk siap-siap turun. Kali ini saya mampu untuk berjalan sendiri tanpa dipapah 2 orang teman, hehehe. Dalam perjalanan saya memutar musik dari mp3 player dan saat lagu yang berjudul "Pesona Potretmu" dari ADA Band mengalun merdu di telingaku, tak teras butiran air mata mendesak keluar dari sudut mataku. Entah kenapa tiba-tiba saya megeluarkan air mata. Saat itu saya merasa kangeeen banget sama Ibu. Sambil terus berjalan menuruni susunan bebatuan saya memutar berulang-ulang lagu tersebut. Semakin pilu rasanya, ingin segera pulang sampai rumah. Selama perjalanan turun gunung, saya terpesona oleh keindahan pemandangan di sekitar. Berada di atas awan seperti samudra putih yang bergulung-gulung, bukit dan pegunungan yang terlihat menyembul ke permukaan, hijau dedaunan yang rimbun di sekelilingku, serta bertemu dengan bunga edelweiss yang sedang tumbuh subur karena memang saat itu bulan Juli, kemarau. Ini pengalaman pertama saya melihat keindahan alam dari atas gunung. Seneng sekali rasanya, walaupun perjuangan malam sebelumnya cukup berat karena kondisi badan yang kurang mendukung. Sejenak istirahat sambil ngobrol dan menikmati ke eksotisan alam ini..

Tak terasa sudah sampai ke basecamp Cemoro Sewu lagi. Langsung saja kami bergegas pulang menuju Jogja dengan sepeda motor. Kesan saya setelah melakukan pendakian perdana ini adalah pasti bakalan ketagihan naik gunung nih! Asyik sekali perjuangan dalam kebersamaan serta kekerabatan antar pendaki, bahkan yang belum kenal sekalipun pasti saling menyemangati dan saling membantu. Belum lagi suguhan keindahan pemandangan alam yang ditawarkan. Saya merasa sama sekali tidak berdaya oleh kebesaran Allah SWT yang telah menciptakan alam raya ini dengan segala keindahannya. Pesan dari pengalaman pendakian perdana ini antara lain : jangan nekad mendaki saat kondisi badan kurang sehat, wajib bawa Sleeping Bag (SB), pelajari pengetahuan terkait persiapan pendakian termasuk peralatannya karena mendaki gunung itu tidak seperti kemah, dan sebisa mungkin tetap jaga stamina dan tenaga. Dari pengalaman pendakian perdana ini berlanjut ke rencana pendakian-pendakian selanjutnya. Walaupun belum berhasil sampai puncak, saya tetap senang. Puncak pertama yang berhasil saya taklukkan adalah Puncak Gunung Merapi pada tahun 2010 sebelum erupsi. Bagaimana ceritanya? Tunggu postingan selanjutnya..  :) Dapat dilihat juga di ekosupriyadioke.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline