Kegembiraan bulan suci Ramadan tidak hanya milik orang dewasa yang selalu mengharap berkah Ramadan. Anak-anak dan remaja belia juga memiliki cara khas merayakannya.
Jika orang-orang tua menjadikan Ramadan sebagai sarana memperbanyak ibadah untuk mendapatkan maghfirah (ampunan) atas dosanya, maka bagi anak-anak bulan puasa pada umumnya jadi ajang pelampiasan kegembiraan menurut versinya.
Ramadan menjadi momen kebebasan bagi mereka. Sudah lumrah anak-anak di bulan yang menyediakan malam lebih panjang itu mereka turut bergembira turut serta aktivitas orang dewasa. Keceriaan alami mereka terpancar hingga tengah malam bersamaan selesainya syiar Ramadan.
Aktivitas pagi buta sudah dimulai dengan jalan-jalan pagi bergerombol dengan teman-teman sebayanya setelah santap sahur usai. Bagi mereka kegiatan ini merupakan ajang unjuk keberanian melakukan perjalanan jauh keluar kampung.
Agak berbeda dengan kakak-kakaknya yang sudah menginjak usia remaja. Aksi jalan-jalan pagi bersama kelompoknya jadi ajang pamer eksistensi. Sesekali aksi pamer kelompok anak belia era 80 an itu ditandai dengan penyalaan petasan.
Bagi mereka keberanian membunyikan mercon (petasan) merupakan penanda bahwa mereka sudah gede. Ada semacam kebanggaan dengan itu. Semakin besar petasan yang dinyalakan semakin dikagumi oleh teman-teman seusianya.
Lebih jauh lagi di usia belasan remaja jaman itu berani bikin sendiri petasan-petasan kertas mulai ukuran sedang hingga besar. Perlombaan tak resmi terjadi diantara mereka. Ukurannya adalah seberapa banyak hamburan kertas dari petasan yang diledakkan.
Makin banyak hamburan kertas di halaman rumahnya makin bangga hatinya. Ada perasaan juara jika sisa-sisa hamburan kertas terpampang luas.
Sehingga timbul rasa kecewa mendalam jika kebetulan orang tuanya membersihkan halaman rumah dengan menyapu bersih hamburan kertas mercon yang merupakan capaian yang tak mudah baginya.
Kegirangan lain anak-anak usia belia di bulan suci itu adalah kegiatan menjelang nisfu lail (sepertiga malam terakhir). Mereka ramai-ramai mulai menyiapkan seperangkat alat musik seketumunya. Tak lain untuk dibunyikan menjadi irama sekenanya dibarengi dendang lagu tak merdu.
Maksudnya hanya untuk membangunkan orang bersiap santap sahur. Celakanya terkadang ada beberapa anak muda itu membunyikan tong bekas dan kentongan sehingga ada merasa sangat terganggu. Omelan dan gerutu pun dialamatkan pada anak-anak tanggung itu.