Lihat ke Halaman Asli

Eko Santoso

Guru BK SMP N 2 GRINGSING

Koneksi antar Materi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Diperbarui: 8 Oktober 2024   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi

Kali ini saya akan merefleksi terkait pengalaman belajar saya selama mempelajari modul 2.3 yakni Coaching untuk Supervisi Akademik. Tak hanya itu, saya juga akan mencoba mengkoneksikan modul coaching dengan dua modul sebelumnya yakni pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional.

A. Pengalaman Reflektif Mempelajari Modul

Mempelajari modul coaching untuk supervisi akademik sangat membuka cakrawala pengetahuan saya. Prinsip-prinsip coaching yang mengedepankan hubungan kemitraan, percakapan coaching yang kreatif, serta memaksimalkan potensi coachee, menempatkan coaching jauh mengungguli pendekatan human development yang lain seperti mentoring, training, konseling, dan facilitating. Karena esensi tujuan coaching adalah fokus pemberdayaan potensi coachee dalam mencapai tujuan yang dinginkan melalui pengambilan keputusan secara mandiri yang bertanggung jawab.

Semakin jauh mempelajari modul coaching untuk supervisi akademik, saya merasa tertantang untuk lebih mengembangkan kemampuan-kemampuan interpersonal saya pada proses pemahaman terhadap individu ketika berkomunikasi dengan menghadirkan diri secara penuh, menjadi pendengar yang aktif, serta mampu memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan sesuai substansi topik pembicaraan. Antusiasme diri saya meningkat selama mempelajari modul coaching karena secara langsung coaching mempunyai keterkaitan dengan disiplin ilmu yang saya geluti yakni konseling dan peran saya sebagai konselor sekolah.

Melalui alur belajar MERDEKA dalam mempelajari coaching saya menemukan bahwa muncul tren positif dan progresif dari saya pribadi terutama ketika mampu menghadirkan mindfulness pada sesi eksplorasi konsep tentang paradigm pendekatan coaching dari mulai memahami dengan seksama prinsip-prinsip pendekatan coaching, memahami tiga kompetensi utama coaching, dan menerapkan alur percakapan TIRTA dalam praktek coaching yang terdiri dari menanyakan tujuan, mengidentifikasi permasalahan coachee, menuntun coachee merancan rencana aksi, serta menuntun coachee untuk bertanggungjawab atas perencanaan yang telah dipilih.

Dalam beberapa poin, terkadang saya merasa kehilangan sedikit fokus terutama ketika mempraktekkan alur percakapan TIRTA pada sesi tugas demonstrasi kontekstual. Distraksi berasal dari kurangnya konsentrasi diri dan tuntutan kesempurnaan pada hasil atau produk yang akan dihasilkan. Mengatasi hal tersebut saya mencoba menerapkan kompetensi sosial emosional berupa manajemen diri, kesadaran sosial dan keterampilan berelasi untuk lebih mengontrol tingkat intensitas fokus dalam berkomunikasi dengan cara menunjukkan gestur tubuh yang mencerminkan kehadiran penuh terhadap coachee, meningkatkan empati dalam mendengarkan coachee secara aktif, serta mengajukan pertanyaan-pertanyaan berbobot dalam upaya pemberdayaan potensi coachee.

B. Analisis Implementasi Dalam Konteks CGP

Coaching merupakan satu-satunya pendekatan yang paling masuk akal dan relevan diterapkan dalam proses supervisi akademik di sekolah. Alasan utama relevansi coaching dalam praktek supervisi akademik adalah berfokus pada eksplorasi diri coachee dalam memaksimalkan potensi yang sudah ada.

Coaching adalah hubungan kemitraan yang dijalin penuh kehangatan dan keterbukaan melalui proses belajar bersama. Sehingga muncul kesetaraan status antara coach dan coachee yang menganulir miskonsepsi bahwa coach adalah orang yang sudah ahli dan coachee adalah individu yang masih belum ahli. Konsep ini selaras dengan filosofis KHD mengenai proses pendidikan yang menuntun dan peran guru sebagai pamong, bukan hakim yang secara mutlak menjadi penentu keputusan. Pun demikian dalam supervisi akademik yang tujuan utamanya adalah menuntun rekan sejawat atau guru lain untuk lebih mampu menggali kreatifitas-kreatifitas ide dan gagasan serta tujuan yang ingin dicapai bukan memutuskan solusi atas inisiatif dan kontrol penuh dari diri kita.

Realita yang terjadi, tidak jarang konsep pendekatan coaching belum sepenuhnya dilaksanakan dalam praktek supervisi akademik. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan supervisi akademik yang masih dilaksanakan secara insidental hanya di awal tahun ajaran, atau bahkan dilaksanakan formalitas sebagai prasyarat ketercapaian agenda kegiatan sekolah. Tentu saja contoh konkret tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip coaching.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline