Informasi, kompleksitas, dinamika serta tindakan korektif sektor kehutanan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, dirangkum dalam sebuah buku berjudul "The State of Indonesia's Forest (SoIFO) 2018".
Judul itu merupakan sebuah publikasi yang disiapkan KLHK, FAO Representative dan dukungan Pemerintah Norwegia ini, menyajikan pergeseran paradigma melalui langkah-langkah perbaikan yang berfokus pada penanganan deforestasi dan degradasi hutan, partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan, pendekatan baru dalam konservasi hutan, dan peningkatan kontribusi sumber daya hutan untuk pembangunan ekonomi.
"Kami baru saja mempresentasikan buku SoIFO 2018, dan menjelaskannya di Side Event selama sidang The 24th Session of the Committee on Forestry (COFO-24) of the Food and Agruculture Organization (FAO) di Roma, Italia, (17/07/2018) lalu. dan memperoleh umpan balik yang menggembirakan", ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada acara Working Lunch on SoIFO The State of Indonesia's Forests 2018, yang dihadiri duta besar negara sahabat, dan para pemimpin organisasi internasional di Jakarta (8/8/2018) kemarin.
Sebagaimana diketahui, masalah utama sektor kehutanan di Indonesia meliputi kebakaran hutan dan kabut asap, penebangan dan degradasi hutan, kepemilikan tanah, kepemilikan tanah dan konflik tenurial, dan seterusnya.
Di dalam buku SoIFO 2018 dibahas upaya korektif dan keberhasilan pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan tersebut.
Soal kebakaran hutan dan lahan (karhutla), misalnya, selama kebakaran besar tahun 2015 Presiden Jokowi secara langsung memimpin proses pengendalian karhutla.
Arahan presiden untuk mencegah kebakaran di lahan gambut; upaya penegakan hukum; dan tidak ada lagi izin baru untuk konsesi swasta di lahan gambut, dioperasikan secara efektif.
Hasilnya, dapat terlihat dari berkurangnya jumlah titik api dan area yang terbakar di tahun-tahun berikutnya.
Permasalahan deforestasi, sering didorong oleh pengelolaan hutan alam yang tidak sesuai. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah memperbaiki sistem pemantauan hutan.
"Kami meminimalkan tumpang tindih batas dan klaim atas lahan hutan, serta mengelola konflik tenurial, antara masyarakat dan perusahaan pada khususnya dan agenda kehutanan sosial", tegas Siti Nurbaya.
Buktinya terlihat pada angka deforestasi yang terus menurun. Dari tahun 2014 hingga 2015 laju deforestasi adalah 1,09 juta hektare, dari tahun 2015 hingga 2016 menurun menjadi 0,63 juta hektare, dan dari tahun 2016 hingga tahun 2017 tinggal 0,48 juta hektar per tahun.