Lihat ke Halaman Asli

Semoga Ini Cukup Membuat Mama Bangga

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

:­­)

Di laptopku, ada folder foto jadul mama. Mulai foto2 masa kecil sampai foto resepsi nikahan . Syukurlah, aku punya hobi memotret ulang foto-foto lama untuk dijadikan foto digital. Jadi kapanpun aku rindu, aku bisa buka dimana saja :). [caption id="attachment_150785" align="alignnone" width="397" caption="My mom :)"][/caption] Yaah, aku rindu dengan wajah sendu itu. Wajah yang sudah terbiasa dengan kesederhanaan. Almarhumah nenekku dulu adalah janda dengan 7 orang anak,dan bekerja sebagai guru MTs. Mama sebagai yang anak paling tua,udah harus ngurus pekerjaan seorang wanita sejak kelas 1 SD. Sulit rasanya aku bayangkan  anak kelas 1 SD udah turun ke dapur, memasak, mencuci, dan merawat adik2 yang masih balita. Tapi itulah kenyataan, bukan untuk dibayangkan tapi dihadapi.  Zaman SMA dilewati my mom dengan penuh keprihatinan. Selain untuk membiayai sendiri sekolahnya, mama  menerima jahitan untuk membantu urusan dapur nenek. Namun begitu,prestasi sekolah mama tetep no 1,juara nyanyi,jago voli juga :)

:­­)

My mom ingin sekali jadi polwan,tapi ga diizinin sama  nenek. Sampai akhirnya mama dijodohkan dengan seorang  guru yang hidupnya juga sangat sederhana-papaku. Prosesi pernikahan mereka sangat sederhana, tanpa pesta yang periah. Tapi mama terlihat  cantik,anggun dengan kebaya merah mudanya. Ga pernah aku liat mama secantik itu :).  Setelah 4 tahun berumah tangga, aku pun hadir. Mama pernah cerita, diantara 3 anaknya, paling susah itu saat melahirkan aku,butuh 2 hari 2 malam di rumah sakit. Saking sakitnya,mama sampai berdoa,"Ya Alloh,tolong biarkan anakku lahir dengan selamat. Aku meninggal pun tak mengapa". Saat aku SMA, mama sering bercerita tentang keberhasilan anak-anak rekan mengajarnya di sekolah. Yah, sudah 15 tahun mama mengabdi di SD dekat rumah. SD tempat aku dulu juga bersekolah. SD yang dipandang sebelah mata, karena letaknya yang jauh dari pusat kota. Mama bercerita, anak tertua ibu M-guru kelas 4- kuliah di kampus ternama di Semarang. Anaknya pintar, lulus cum laude, bekerja di perusahaan asing dengan gaji tinggi, dan mampu membiayai kuliah 2 adiknya yang lain. Bahkan sanggup membiayai ibu M dan suaminya naik haji, luar biasa. Lain lagi dengan anak ibu A-guru kelas 2-, berhasil masuk militer dan sekarang jadi tentara. Istrinya adalah putri pejabat tinggi di kotaku. Dan anak ibu X, ibu Y, atau ibu Z dengan segala kesuksesannya. Kulihat ada kegetiran di setiap cerita mama. Seperti  menyimpan pertanyaan, "Anakku nanti akan jadi apa?" 8 tahun telah berlalu sejak aku lulus SMA.  Tanggal 30 September yg lalu, sosok sederhana itu tak henti-hentinya menangis. Tangannya tak pernah lepas dari lengan atasku, seperti berkata, "Abang tunggu dulu, mama masih mau ada di dekat abang". Yah, hari itu aku harus pergi. Alloh menjawab doa-doa ku, dan doa orangtuaku lewat kesempatan beasiswa di Belanda. Sesuatu yang untuk memimpikannya saja aku sering tercekat, karena rasanya hampir tak mungkin bisa kuraih. Alhamdulillah, Alloh bermurah hati kepadaku, setelah pendidikan ku terdahulu juga kulalui tanpa biaya. Beasiswa dari sebuah institusi pemerintah telah memberi ku kesempatan menuntut ilmu di ibukota, dengan jaminan titel pegawai negeri selepas kuliah. Ma, terima kasih, ini semua berkat doa mama...Selamat hari ibu ya Ma..Abang sayang mama. (Rotterdam, 20 Desember 2011: 19.21 PM)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline