Lihat ke Halaman Asli

Logika Sederhana tentang Kenaikan BBM

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini bukan hasil pengamatan ahli ekonomi, bukan juga politikus atau ahli perminyakan, ini hanya tulisan rakyat yang tidak mengerti hitung-hitungan dan alasan kenaikan BBM, saya hanya menyoroti dari sisi sederhana tanpa perlu pemikiran rumit dan canggih.

Bulan lalu saya ada di Pulau Belitung, jalanan di sana bagus, rapih dan bersih, pesona alam Belitung juga sangat indah, sehingga pulau ini sangat layak dikunjungi untuk berwisata, sayang di sana tidak ada angkutan umum plat kuning.

Transportasi di pulau ini susah-susah gampang, kenapa? Kendaraan bermotor perlu BBM dong ... berarti tinggal beli saja kan? Nah .... inilah istimewanya Pulau Belitung ... pedagang BBM eceran non SPBU ada di setiap sudut, jadi kita tidak takut kehabisan bensin.

Apakah kondisi ini membuat nyaman? itulah yang tadi saya bilang susah-susah gampang. Ada beberapa SPBU di Belitung Barat, tepatnya Tanjung Pandan, namun rata-rata jam 9 sampai 10 pagi SPBU sudah tutup karena stock BBM sudah habis.

Perkiraan saya karena kurang stock atau kiriman Pertamina terlambat, namun setelah diamati ternyata BBM habis karena "dikerit" begitulah istilah penduduk di sana. Dikerit itu begini, BBM dibeli dalam jumlah banyak, bahkan di dalam jerigen, diborong habis, lalu dijual lagi ke pengecer, akibatnya ya seperti tadi itu ... SPBU sudah tutup sebelum makan siang. Bagaimana kalau hari Minggu? Belitung Barat dan Belitung Timur sama saja, SPBU tutup.

Lantas bagaimana solusinya? Gampang banget lah, beli saja di pengecer yang ada di setiap sudut jalan, harganya sudah pasti di atas harga SPBU karena mereka pasti berharap keuntungan dari BBM yang dijual... Hebat ya

Bagaimana kalau ikut antri dari pagi di SPBU? Pasti bisa dong... iya bisa namun tidak ada yang namanya antri di SPBU, bisa masuk dari mana saja, dulu-duluan nempel di ujung selang.

Pengeluaran masyarakat di Belitung untuk BBM jelas lebih tinggi dari masyarakat di pulau-pulau lain yang mudah mencari SPBU. Lalu kalau BBM naik dapat dipastikan pengeluaran mereka naik karena harga di pengecer pasti naik ... sederhana saja kan hitung-hitungannya, tidak perlu harus jadi pengamat ekonomi atau politikus?

BBM naik = jumlah motor naik = semakin macet. Siapapun orangnya walau dia milyuner pasti ingin mengeluarkan uang yang sekecil-kecilnya supaya semakin banyak uang. BBM naik maka dapat dipastikan transportasi naik. Hitung punya hitung biaya transport sebulan koq sama ya dengan biaya cicilan motor? Bahkan bisa lebih murah, pilihan terbaik adalah beli motor baru, bebas jengkel, bebas bau keringat di angkutan umum. Selain itu bagi beberapa orang motor yang dimiliki dapat diberdayakan sebagai ojeg, lumayan bisa dapat tambahan dan atau bebas cicilan bulanan.

Apalagi ya.... hmmmm sembako? pasti lah naik.... Lalu subsidi untuk rakyat? Harusnya sih menyentuh kalangan bawah, anggaplah bantuan tersebut sampai ke tangan yang berhak... apakah cukup menolong? iya lah sedikit .... sekali lagi sedikit karena harga sembako naik, ongkos transport naik, semua harga naik...

Katanya hanya orang berada yang menikmati subsidi BBM karena hanya mereka yang mampu beli mobil? iya lah mereka mampu beli mobil, mampu beli BBM walau harganya naik, masih mampu beli sembako walau harganya sudah melambung sebelum BBM naik ... tentu bisa karena mereka bukan orang miskin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline