King The Land: Upaya Mengubah Citra Piramida Kurban Pekerja
Bangunan yang menjadi latar penceritaan film itu hampir genap seratus tahun. Alih-alih bisnis hancur lantaran uzur, Hotel King menjadi hotel termegah seantero Korea Selatan. Namun, di balik kesannya sebagai hotel terbaik, banyak cerita nasib pekerja yang terbalik. Dari permasalahan pemagangan, penyingkiran, tindas-menindas memanjat karier hingga praktik union busting dan pembunuhan karakter.
Melalui 16 episode drama Korea bertajuk King The Land, penonton diajak masuk melihat bagaimana Hotel King dan bisnis lain konglomerat Goo II Hoon beroperasi. Diawali dengan cerita Cheon Sa-rang, perempuan pemagang lulusan D-2 yang meniti cita-citanya menjadi hotelier. Pada hari pertama magangnya ia bersemangat. Setiap intruksi dari instruktur pemagang, ia ikuti. Ia tetap tersenyum meskipun ditempatkan di ruang gym hotel dan hanya disuruh membersihkan keringat para pengunjung yang tercecer pada alat-alat gym. Ia tetap semangat meskipun di sela-sela istirahatnya, seniornya membeberkan fakta dunia kerja seperti sulitnya pekerja untuk naik kariernya.
"Kenapa kau senyum terus? Hotel itu sesungguhnya ada di lobi lantai satu. Staf di sini pakai baju olahraga, staf di sana pakai seragam... Mau bekerja keras sekeras apapun orang sepertimu mustahil mendekati lobi hotel meski dunia kiamat. Aku saja terperangkap di sini selama lima tahun (episode 1 menit 26:15).
Berbeda dengan Sa-rang yang menjalani hari pertama magangnya dengan lancar, Goo Won putra konglomerat pemilik hotel di King Group menjalani hari pertama sebagai hari terakhir magangnya. Bersama rekan magangnya yang lain di hadapan intruktur magang ia menyimak penjelasan yang intimidatif.
"Yang terpenting bagi pegawai magang itu adalah punya otak, bukan memahami tugas atau membantu senior. Walau sudah gesit dan bekerja keras, tamatlah riwayat kalian kalau sudah dicap sebagai tak punya otak." (episode 1 menit 11:36).
Instruksi yang intimidatif dari instruktur magang tersebut memberikan kesan yang berbeda kepada pemagang. Bagi No Sang Sik peserta magang, yang tak memiliki bargaining power, magang menjadi proses meniti karier meskipun harus menjinakkan diri dengan semua budaya perploncoan perusahaan dari senior yang menindasnya dan menjadi kambing hitam atas kesalahan yang bukan dilakukannya.
"Dengar baik-baik, ini magang kelimaku. Bila kau begini terus jangankan pegawai tetap, pegawai kontrak pun sulit. Kumohon gunakan akal sehatmu" ujar No Sang Sik kepada Goo Won (episode 1 menit 13:34).
Goo Won yang memiliki bargaining power lantaran latar belakang keluarganya tentu berani bicara. Ia memberikan kesaksian atas No Sang Sik yang dikambinghitamkan oleh karyawan senior.
"Dia hanya menuruti perintah atasan sesuai aturan. Bila hasilnya salah, berarti yang salah yang memerintah, bukan? Menurutku salah menyalahkan bawahan tanpa tahu penyebabnya..." (episode 1 menit 16:30).
Kerja, Dikerjai
Problem senioritas yang kelewat batas tak hanya dialami pemagang, buruh junior pun tak luput dari elegi macam itu. Sepanjang episode lain, penonton disuguhkan kuatnya senioritas yang dihadapi buruh junior Grup King. Buruh junior Grup King itu bernama Oh Pyeong-Hwa dan kang Da-Eul yang merupakan sahabat Sha-rang. Melalui kisah Oh Pyeong-Hwa dari devisi penerbangan Grup King, penonton mendapat gambaran bagaimana sulitnya naik jabatan. Bukan lantaran prestasi seorang buruh mendapat promosi naik jabatan, melainkan seberapa pintar menyenangkan hati senior!