Lihat ke Halaman Asli

Lulusan SMK Bisa Langsung Kerja, Benarkah?

Diperbarui: 19 Oktober 2016   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : Kompas.com

Terkejut membaca headline Harian Kompas edisi Senin (17/10/2016) yang berjudul “Jutaan Lulusan SMK Menganggur .“ Terkejut, karena saya benar-benar tidak menyangka bahwa sekolah menengah kejuruan (SMK) yang saya kira selama ini jadi pencetak tenaga kerja siap pakai, justru jadi pencetak pengangguran, paling tinggi ketimbang lulusan dari sejumlah jenjang pendidikan lain!

Lulusan SMK kan punya keahlian? Ahli mesin, las, komputer, otomotif, tata boga  dan sebagainya. Harusnya bisa langsung dapat kerja setelah lulus sekolah.

Tapi ini nyatanya data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2014 sebagaimana disiarkan Kompas tadi, bahwa tingkat pengangguran lulusan SMK sebanyak 7,21 persen, sementara lulusan SMA 9,10 persen. Tapi pada Februari 2015, tingkat pengangguran dari lulusan SMK naik hingga 9,05 persen dan Februari 2016 bertambah lagi menjadi 9,84 persen alias 1,35 juta orang, sementara tingkat pengangguran dari kalangan lulusan SMA turun menjadi 6,96 persen.

Padahal pemerintah tengah menggalakkan pengembangan SMK dengan tujuan menghasilkan tenaga kerja terampil siap pakai. Konon, pemerintah punya target meningkatkan rasio jumlah SMK terhadap SMA menjadi 55 : 45 hingga 60 : 40, di mana saat ini rasionya baru 50 : 50.

Timbul tanda tanya besar, apa yang terjadi, dan mengapa ini bisa terjadi? Apakah karena lulusan SMK yang ternyata tidak siap pakai, sekolah yang belum mampu menerjemahkan kebutuhan dunia industri, atau kesalahan individual siswa yang tidak serius dalam belajar? Tentunya ini tidak sesuai dengan slogan "SMK Bisa!"

Atau justru industri yang ada belum mampu menampung jumlah lulusan tersebut? Apalagi di tengah kondisi perlambatan ekonomi global saat ini, di mana justru banyak industri yang mengalami kesulitan sehingga banyak pula yang merumahkan karyawannya.

Kalau membaca tulisan di Kompas tersebut, Direktur Pembinaan SMK Kemendikbud Mustaghfirin Amin mengatakan, kurikulum SMK harus diupayakan sesuai dengan industri.  Dikuatkan dengan pernyataan pemimpin tim penelitian untuk The Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership, Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang mengatakan secara umum dunia kerja memang belum puas dengan kompetensi lulusan Indonesia. Wah!!

Walau yang dimaksudkannya itu bukan hanya untuk lulusan SMK, tetapi juga lulusan SMA bahkan perguruan tinggi, tapi yang harus diwanti-wanti adalah SMK. Karena dasarnya program pemerintah tadi, yang menggalakkan pengembangan SMK dengan tujuan menghasilkan tenaga kerja terampil siap pakai.

Ini dimaksudkan agar lulusan SMK tak perlu lagi sekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau kuliah. Setelah lulus sekolah, ya seharusnya sudah bisa kerja karena kompetensi yang mereka miliki dari bersekolah di SMK tersebut sudah dimiliki. Kalau setelah lulus SMK harus kuliah dulu untuk mendapatkan kompetensi, apa bedanya dengan lulusan SMA?

Timbul asumsi, lulusan SMK justru mengotakkan diri, memilih jenis pekerjaan yang hanya sesuai dengan jurusan pendidikan. Karena lulusan SMK sudah dikasih atribut - program studi - mereka jadi terkungkung. Tidak fleksibel masuk ke bidang di luar wilayah itu.

Bandingkan dengan lulusan SD atau SMP, umumnya mereka tidak ada beban, bekerja apa saja bisa dan tidak malu, sehingga bisa jadi serapannya untuk bekerja lebih tinggi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline