Lihat ke Halaman Asli

Indonesia, Kembalilah Jadi Negara Agraris!

Diperbarui: 26 September 2016   08:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto koleksi pribadi

Hari Tani Nasional dirayakan setiap tanggal 24 September terutama oleh para petani di seluruh Indonesia. Tanggal 24 September itu ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional, untuk mengingat bahwa pada tanggal itu di tahun 1960, Presiden Republik Indonesia Soekarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria .

Betapa 24 September ini sebuah hari yang sangat istimewa, hari yang penuh dengan harapan khususnya bagi para petani kita, hari yang penuh dengan sebuah makna konkrit dari sekadar acara seremonial.

Sebagaimana dimaklumi, Indonesia merupakan negara agraris, itu merupakan fakta kalau parameternya dari mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang pertanian. Apalagi sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang, tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, yang memberi arti sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

Hanya saja kenyataannya sekarang, sebagai negara agraris, kebutuhan pangan untuk masyarakat Indonesia pun masih banyak dicukupi dari produksi luar negeri. Indonesia sekarang banyak mengimpor bahan pangan dari luar negeri, tidak hanya beras, tetapi juga gandum, kedelai, jagung, dan lainnya.

Memang berat melihat kenyataan bahwa petani kita yang keseharian disengat sinar matahari, berpeluh menggarap lahan, namun akhirnya sering menghadapi kenyataan bahwa hasil jerih payah mereka kerap dihargai sangat rendah, bahkan kadang kala tak bisa menutupi biaya untuk mengolah lahan sekalipun. Hingga akhirnya banyak petani yang hidup dalam kemiskinan, dan masih banyak pula penduduk di perdesaan –yang seharusnya jadi sentra produksi pangan, justru mengalami kelaparan.

Dengan kondisi begini, tidak salah jika dikatakan masa depan pertanian Indonesia tidak begitu cerah. Ini bila dilihat dari semakin berkurangnya jumlah petani. Pekerjaan sebagai petani tidak menarik lagi bagi generasi muda, yang justru sekarang berlomba-lomba mencari pekerjaan sebagai pegawai atau di bidang lain, karena takut dengan imej; jadi petani itu bakal hidup miskin.

Makanya, harap maklum jika di lapangan kita melihat mayoritas petani rata-rata berusia di atas 40 tahun, bahkan sebagian sudah berada pada usia yang tidak produktif.

Belum lagi masalah alihfungsi lahan, banyak lahan pertanian dijadikan kawasan permukiman atau industri. Ini mempersempit kesempatan masyarakat untuk bisa berusaha di bidang pertanian.

Jadi pertanyaannya, patutkah predikat negara agraris tadi tetap disandang? Ini bukan merupakan pertanyaan sederhana. Karena memang pertumbuhan ekonomi serta paradigma pembangunan justru menunjukkan ketidakberpihakan pada sektor pertanian.

Pada dekade sebelumnya, satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap sekitar 400.000 orang tenaga kerja, karena didukung sektor agriculture dan home industry. Tapi pada era sekarang ini, mungkin hanya separuhnya, ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi sekarang lebih didorong sektor jasa yang membutuhkan keahlian khusus, sehingga tidak banyak mempekerjakan orang.

Sementara dari sisi usia penduduk, Indonesia mempunyai potensi tenaga kerja yang sangat besar, didominasi kelompok usia produktif yakni kelompok usia muda. Dan setiap tahun pula dibutuhkan lapangan kerja baru bagi sekitar 2,5 juta jiwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline