BENARKAH OMNIBUS LAW MERUGIKAN BURUH?
Masa pandemi belum usai. Pro kontra seputar Omnibus Law RUU Cipta Karya juga tampaknya belum juga mereda. Bahkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau (KSPI) -- Said Iqbal menyatakan kalau buruh akan melakukan aksi unjuk rasa lebih besar lagi yaitu serentak di 20 propinsi pada hari Selasa (25/08). Masih terkait penolakan akan Omnibus Law dan juga tentang Pemutusan Hubungan Kerja imbas dari Covid-19 ini.
Menurut Said, penolakan Omnibus Law ini dilakukan karena sangat merugikan buruh salah satu diantaranya adalah dengan dihapuskannya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) serta pemberlakuan upah per-jam.
Selain itu, undang-undang yang baru juga dinilai akan mengurangi nilai pesangon, penggunaan outsourcing dan buruh kontrak dalam jangka waktu tidak terbatas untuk semua jenis pekerjaan. Begitu juga waktu kerja yang panjang dan penghapusan beberapa jenis hak cuti.
Itulah beberapa alasan yang menurut KSPI cukup kuat untuk meminta agar pemerintah menghentikan pembahasan mengenai Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dan meminta pemerintah untuk lebih fokus menyelesaikan PHK yang marak terjadi dikarenakan banyak perusahaan terkena dampak dari Covid-19 ini. Jadi kesimpulannya adalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini secara garis besar sangat merugikan buruh (hampir tidak ada yang menguntungkan).
BENARKAH TUJUAN OMNIBUS LAW MENSEJAHTERAKAN BURUH?
Sedangkan dari sudut pemerintah, tujuan dari kebijakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja justru diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi pekerja di Indonesia.
Hal itu disebabkan karena peraturan upah minimum dalam RUU Cipta Karya tersebut menyatakan akan memberi jaminan kesejahteraan, dimana dalam RUU Cipta Kerja nantinya hanya akan mengenal 2 jenis upah minimum. Yaitu Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Industri Padat Karya. Sementara untuk upah minimum kewilayahan seperti Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) akan dihilangkan.
Sebenarnya perubahan tersebut tidak memberikan dampak negative karena di Indonesia saat ini terdapat lebih dari 333 jenis upah minimum. Dimana pada satu propinsi seperti Jawa Barat, mempunyai 28 jenis upah minimum. Karena masing-masing Kabupaten/Kota memiliki upah minimum dengan nilai yang tidak sama.
BAGAIMANA MENGATASI GEJOLAK DI TENGAH SITUASI PANDEMI INI?
Proses perumusan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini justru amat sangat disayangkan sekali karena harus melalui berbagai gejolak. Salah satunya adalah demo penolakan dari yang mengatasnamakan buruh. Padahal seharusnya buruh juga sadar bahwa di Indonesia masih banyak pengangguran yang menunggu kesempatan untuk mendapat pekerjaan. Apalagi situasi ekonomi nasional saat ini lagi tertekan karena pandemi Corona.
Buruh juga harus berempati terhadap para pelaku usaha dan investor di tengah pandemi ini. Jika ada yang merugi atau mengalami penurunan produksi yang berefek pada pendapatan, pasti akan berimbas pada kelangsungan hidup bisnisnya. Tidak mungkin dipaksakan untuk berlanjut atau terus menggaji karyawannya.
Jadi alangkah bijaknya kalau masing-masing elemen, baik dari pihak pemerintah, buruh maupun pengusaha sama-sama membangun solidaritas dalam menghadapi situasi yang berat ini. Membangun komunikasi dari pihak buruh lewat pemerintah sebagai perantara pelaku usaha. Pemerintahpun harus terbuka dalam menyusun RUU dan publik dilibatkan dalam penyusunan serta perumusan RUU tersebut.