Lihat ke Halaman Asli

Ketika Nilai Tinggi Menjadi Acuan dan Keharusan

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai pendidik, saya merasa terbebani dengan banyaknya materi yang harus diberikan kepada siswa. Target materi menjadikan proses pembelajaran hanya sekedar “pokok materi habis” bukan bagaimana materi dipahami oleh siswa. Memang ada baiknya sich, ketika materi pembelajaran harus diukur dengan nilai tetapi nilai yang bagaimana. Belum lagi kurikulum berkarakter selesai diterapkan. Akan ada lagi kurikulum yang memasukkan masalah perbankan kedalam pembelajaran di sekolah dasar, menengah dan atas. Wow … Dampak lain, kembali mengacu pada Ujian Nasional. Wah tambah panjang nich urusannya.

Sebagai orang tua, saya merasakan bagaimana beban anak saya ketika dia sedang belajar. Meski saya berusaha memberi pengertian bahwa pelajaran harus dimengerti bukannya dihafalkan, toh dia tetap saja menghafal materi pelajaran sebanyak-banyaknya tanpa satupun pengertian yang dia dapat dari materi itu. Dia berdalih kalau tidak hafal akan dimarahi gurunya.

Sudah saatnya semua pihak, yang berkepentingan dalam dunia pendidikan, untuk segera merubah paradigma ini. Pengertian lebih penting dari nilai yang tinggi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline