Lihat ke Halaman Asli

Eko Hariyanto

Wong Suroboyo

Terjemahan Bab Ketiga The Grand Design, What Is Reality ? (Bagian 1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh lain kenyataan alternatif terjadi dalam film fiksi ilmiah The Matrix, di mana manusia secara tak sadar hidup dalam kenyataan semu tersimulasi yang diciptakan oleh komputer cerdas agar mereka dapat ditaklukkan dan dijinakkan saat computer menyerap energi biolistrik mereka (apapun artinya itu)

Beberapa tahun yang lalu dewan kota Monza, Italia, melarang pemelihara binatang untuk memelihara ikan emas di dalam toples lengkung. Sponsor larangan ini menjelaskan sebagian larangan ini dengan mengatakan bahwa adalah kejam memelihara ikan di dalam toples lengkung karena, ketika menatap ke luar toples, ikan akan mengalami pembelokan pandangan mengenai kenyataan. Tapi bagaimana kita mengetahui kita mempunyai gambaran kenyataan yang benar dan tidak terbelokkan? Tidak mungkinkah kita sendiri berada dalam toples ikan raksasa dan pandangan kita terbelokkan oleh lensa-lensa yang sangat besar? Gambaran kenyataan menurut ikan emas berbeda dari pandangan kita, namun yakinkah kita pandangan ikan emas itu kurang nyata? Pandangan ikan emas tidaklah sama dengan pandangan kita, namun ikan emas masih dapat merumuskan hukum ilmiah yang mengatur gerakan benda yang mereka amati di luar toples. Contohnya, karena ada pembelokan, benda yang bergerak bebas yang kita amati bergerak di garis lurus akan diamati oleh ikan emas bergerak di sepanjang jalur lengkung. Namun, ikan emas dapat merumuskan hukum ilmiah dari kerangka acuan terbelokkan mereka bahwa rumusan itu akan selalu berlaku benar dan membuat mereka mampu menduga mengenai gerakan mendatang dari benda di luar toples. Hukum mereka akan lebih rumit daripada hukum di dalam kerangka kita, tetapi kesederhanaan hanya masalah selera. Jika ikan emas merumuskan teori demikian, kita harus mengakui bahwa pandangan ikan emas merupakan gambaran kenyataan yang memadai. Contoh terkenal dari perbedaan gambaran kenyataan adalah model yang diperkenalkan sekitar tahun 150 oleh Ptolomeus (85-165) untuk menggambarkan gerakan benda-benda langit. Ptolomeus menerbitkan hasil karyanya dalam tesis tigabelas buku yang dikenal dengan judul arab,Almagest. Almagest dimulai dari menjelaskan alasan-alasan mengenai gagasan bahwa bumi bulat, tidak bergerak, berada di pusat alam semesta, dan amat sangat kecil dibandingkan jarak antar bintang. Terlepas dari model heliosentris Aristarchus, keyakinan ini dipegang oleh orang terpelajar Yunani setidaknya selama masa Aristoteles, yang meyakini alas an mistik bahwa bumi seharusnya menjadi pusat alam semesta. Dalam model Ptolomeus bumi diam di pusat dan planet-planet dan bintang mengitarinya dalam orbit rumit berbentuk episiklus, seperti roda di dalam roda.

Model ini terlihat alami sebab kita tidak merasa bumi yang kita pijak bergerak (kecuali saat gempa bumi atau saat kita mabuk). Kemudian orang eropa belajar berdasarkan sumber Yunani yang telah diwariskan, sehingga ide Aristoteles dan Ptolomeus menjadi dasar sebagian besar pemikiran Barat. Model alam semesta Ptolomeus diadopsi oleh Gereja Katolik dan diberlakukan sebagai doktrin resmi selama 1400 tahun. Baru pada tahun 1543 ada model alternatif oleh Copernicus dalam bukunya De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Revolusi Benda-Benda Langit), diterbitkan baru pada tahun kematiannya (meskipun dia telah mengerjakan teori ini selama beberapa dekade). Copernicus, seperti Aristarchus sekitar tujuhbelas abad yang lalu, menggambarkan sebuah dunia di mana surya diam dan planet-planet mengitarinya dalam orbit lingkaran. Meski gagasan ini tidaklah baru, kemunculannnya menghadapi perlawanan yang sengit. Model Copernicus dinyatakan melawan Injil, yang ditafsiri mengandung ajaran bahwa planet-planet mengitari bumi, meskipun Injil tak pernah jelas menyatakan demikian. Nyatanya, pada waktu injil ditulis, orang meyakini bahwa bumi itu datar. Model Copernicus mengarah ke perdebatan seru apakah bumi diam, yang berpuncak pada pengadilan Galileo atas tuduhan bid’ah pada tahun 1633 karena mendukung model Copernicus dan mempunyai pemikiran “bahwa seseorang boleh berpegang dan mempertahankan pendapatnya setelah pendapat itu dinyatakan  dan dianggap melawan Ayat-Ayat Suci.” Dia dinyatakan bersalah, dipenjara  seumur hidup dan dipaksa untuk menarik kembali pernyataannya. Diriwayatkan dia selalu berbisik “Eppur si muove,””Tapi itu tetap bergerak.” Pada tahun 1992 Gereja Katolik Roma akhirnya mengakui bahwa adalah suatu kesalahan menghukum Galileo. Jadi mana yang nyata, sistem Ptolomeus atau Copernicus? Meskipun bukanlah ganjil bagi orang-orang ketika berkata bahwa Copernicus membuktikan bahwa Ptolomeus salah, hal ini tidaklah benar. Seperti pada kasus pandangan normal kita dengan pandangan ikan emas, orang dapat memakai salah satu dari kedua sistem itu sebagai model alam semesta. Untuk mengamati bintang-bintang, kita dapat mengasumsikan apakah bumi atau surya yang diam. Terlepas dari perannya dalam debat filosofis mengenai sifat alam semesta, keuntungan model Copernicus adalah sederhana yaitu persamaan gerakan jauh lebih mudah dalam kerangka acuan di mana surya dalam keadaan diam. Contoh lain kenyataan alternatif terjadi dalam film fiksi ilmiah The Matrix, di mana manusia secara tak sadar hidup dalam kenyataan semu tersimulasi yang diciptakan oleh komputer cerdas agar mereka dapat ditaklukkan dan dijinakkan saat computer menyerap energi biolistrik mereka (apapun artinya itu). Mungkin film ini tidaklah terlalu fiksi karena banyak orang lebih suka menghabiskan waktunya dalam situs kenyataan tersimulasi seperti Second Life. Bagaimana kita tahu bahwa kita bukanlah sekedar karakter dalam opera sabun yang dikendalikan komputer? Jika kita hidup dalam dunia imaginer buatan, kejadian tidak harus masuk akal atau konsisten atau mengikuti sembarang hukum. Alien pengendali mungkin tertarik atau menikmati reaksi kita, misalnya, ketika bulan purnama terbelah dua (QS Al-Qomar (54):1, penerjemah), atau tiap orang di dunia sedang demam kue krim pisang. Namun jika alien memang memberlakukan hukum yang konsisten, tak mungkin kita bisa mengetahui bahwa ada kenyataan lain di balik kenyataan simulasi ini. Mudah untuk menggolongkan dunia tempat alien hidup sebagai “dunia nyata” dan dunia buatan sebagai “dunia palsu.” Tetapi jika – seperti kita – sesuatu yang berada di dalam dunia simulasi dapat menatap alam semesta dari luar, maka mereka akan meragukan pandangan mereka sendiri mengenai kenyataan. Ini merupakan versi modern dari gagasan bahwa kita semua adalah imaginasi dari impian orang lain. Contoh-contoh ini membawa kita pada kesimpulan yang penting dalam buku ini: Tidak ada konsep gambaran kenyataan atau konsep teori kenyataan yang mandiri. Alih-alih, kami akan mengadopsi pandangan yang kami sebut realisme-menurut-model: gagasan bahwa teori fisik atau gambaran dunia adalah sebuah model (umumnya dalam bentuk matematis) dan seperangkat aturan yang menghubungkan bagian-bagian model dengan pengamatan. Ini menghasilkan kerangka kerja yang dengannya kami menafsiri sains modern. SumberThe Grand Design karya Hawking & Mlodinow Ingin membaca terjemahan lainnya? Kunjungi http://ekoh4riyanto.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline