Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Namun viral tentang story Instagram (IG) lulusan UI yang tidak mau menerima gaji 8 juta padahal dia masih fresh graduate tujuan di atas tentu layak dipertanyakan ulang. Sudahkah itu tercapai?
Terlepas dari kontroversinya, bahkan apakah story IG tersebut hoaks atau bukan, perilaku lulusan universitas ternama memang sering bikin geleng-geleng kepala. Penulis sendiri pernah mendapatkan cerita yang mirip saat masih ngantor di sebuah hotel bintang empat. Human Resources Manager (HRM) atau Manajer Personalia terkadang bercerita tentang keheranannya ketika negosiasi gaji dengan lulusan S1.
Gaji UMR ditolak dengan alasan dia adalah lulusan salah satu kampus ternama di Bandung plus segudang prestasi dan mahalnya biaya kuliah. Alasan yang tentu saja "masuk akal" jika ditinjau dari sisi itu. Tapi tentu menjadi tidak masuk akal jika dilihat dari sisi perusahaan. Selain karena kemampuan yang belum teruji, ini berkaitan dengan skema gaji dan anggaran perusahaan, belum lagi kecemburuan sosial jika ada karyawan lama yang berpengalaman dan teruji justru digaji lebih rendah daripada si fresh graduate tadi.
Industri Pendidikan
Dalam pandangan penulis, ini adalah salah satu hasil dari (industri) pendidikan. Pendidikan formal sudah menjadi industri sebagaimana dunia usaha lainnya. Tidak jarang biaya ratusan juta dikeluarkan oleh orang tua demi satu gelar: Sarjana.
Targetnya mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang kira-kira sejajar dengan biaya yang sudah dikeluarkan. Pola pikir orang tua seperti ini penulis alami sendiri di masa lalu dan ternyata masih berlangsung hingga saat ini.
Pola pikir untung rugi inilah yang menghasilkan sarjana berorientasi penghasilan tinggi setelah lulus ditambah faktor adu gengsi. Kebanggaan semu dibalik nama institusi seolah menjadi tujuan dari semua ilmu yang dipelajari. Alih-alih berusaha mempelajari ilmu dan mengembangkannya, tetapi lebih memilih negosiasi gaji dengan latar belakang institusi.
Sebuah ironi yang harus kita hadapi bersama sebagai bangsa bahwa pola pikir seperti ini masih mendominasi sebagian besar masyarakat. Sekolah tinggi, bergengsi, jabatan tinggi, kekuasaan, menjadi tolok ukur kesuksesan seorang manusia. Sedangkan manusia dianggap manusia bukan hanya karena apa yang ada pada luar dirinya, tetapi juga apa yang ada pada dalam dirinya. Kita lebih sibuk dengan bagusnya nilai di atas kertas dibandingkan bagusnya nilai diri kita.
Gaji ideal seorang fresh graduate