Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Stri Nareswari #15: Karma Amamadangi Ken Dedes

Diperbarui: 30 Maret 2022   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Stri Nareswari #15 dokpri

Stri Nareswari #15 :
Karma Amamadangi Ken Dedes

Ditulis oleh : Eko Irawan
------------------------------


Baca kisah sebelumnya
Romansa Panah Asmara
https://www.kompasiana.com/eko67418/622306e431794901bc65420c/stri-nareswari-14-romansa-panah-asmara

Mendung temaram, diiringi gemuruh. Langit menyala nyala dan terdengar Guntur dikejauhan. Kuberjalan cepat agar segera sampai ke gubuk bambu itu. 

Kuberlari agar segera sampai di sana. Karena lidah hujan mulai turun menyapu tanah. Angin sangat keras bertiup. Butiran bening kristal es berjatuhan dari langit. Itu kondisi di timur gunung Kawi baru baru ini.

Akupun duduk bersandar ditonggak gubuk bambu itu. Suasana sore berubah jadi seperti malam. Sang bayu bertiup keras hingga daun dan ranting berterbangan.

Tiba tiba suara keras bergema. Beringin di pojok jalan itu tumbang. Kejadian begitu cepat. Sebilah bambu petung penyangga gubuk tempat aku berteduh, tiba tiba patah dan memukul telak tengkukku. Akupun pingsan, tak sadar diri. Jatuh diantara rerimbunan daun dan ranting beringin.

Setelah sekian waktu, aku terjaga. Tapi ini entah dimana. Aku sadar, tapi tak tahu apa apa. Ruang waktu seolah tertukar.

Dikejauhan, Kudengar sayup sayup pembicaraan dari bale pendopo.
"sira ken Angrok awarah ing sira danghyang Lohgawe , lingira : “Bapa danghyang, hana wong istri murub rahasyane, punapa laksananing stri lamun mangkana, yen hala rika yen ayu rika laksananipun”. Sumahur sira danghyang: “Sapa iku kaki”. Lingira ken Angrok: “Wonten, bapa, wong wadon katinghalan rahasyanipun deningsun”. Lingira danghyang Lohgawe: “Yen hana istri mangkana, kaki, iku stri nariçwari arane, adimukyaning istri iku, kaki, yadyan wong papa angalapa ring wong wadon iku, dadi ratu añakrawarti”.
Meneng sira ken Angrok, ri wekasan angling: “Bapa danghyang, kang murub rahasyanipun puniku rabinira sang akuwu ring Tumapel; lamun mangkana manira-bahud angeris sirakuwu, kapasti mati de mami, lamun pakanira angadyani”. Sahurira danghyang: “Mati, bapa kaki, Tunggul ametung denira, anghing ta ingsun ta yogya yan angadyanana ring kaharepira, tan ulahaning pandita, ahingan sakaharepira”.(kutipan pembicaraan antara Ken Angrok dan Dahyang Lohgawe, Dikutip dari Pararaton.)

Melihat kedatanganku, Dahyang Lohgawe memanggilku. Beberapa waktu lalu, aku memang bertemu dan bertanya tentang Stri Nareswari padanya. Dan saat ini, aku ada diantara Dahyang Lohgawe dan Ken Angrok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline