Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Sepotong Kenangan Desember

Diperbarui: 5 Januari 2022   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepotong Kenangan Desember -foto diolah dari Karya Gono Mamiek Santoso

Sebelum pulang meninggalkan Jogja, ingin kugores kisah tentang kita, pernah disana. Berdua setelah lama dalam kusutnya kisah. Dibuang sayang, kisah sepotong kenangan Desember di Jogjakarta.

Akan banyak berjuta kisah. Itu milik kita. Bukti bahwa bacot lambe turah para pengkritik, adalah sampah. Saat kita berdua disini. Mereka para keparat yang iri. Yang ingin merampok bahagia, milik sepasang kasmaran.

Dulu mau maunya dipermainkan para bajingan tengik. Yang mengorek ngorek hubungan kita. Untuk konsumsi ghibah para elit munafik. Sejatinya mereka iri, dan akan menari bahagia, diatas bangkai kesedihan, jika kita menuruti apa kata orang. 

Berapa jam ke depan, tahun baru akan menjelang. Ini bukan akhir, tapi awal tumbuh kembang, untuk kita. Untuk membuktikan pada para munafik buta, bahwa cinta kita ini titah Jodoh dari Yang Kuasa. Terkutuklah para pengkritik, instan karma menanti menghakimi, hadiah memfitnah orang tak salah tapi jadi bahan lezat ghibahmu.

 


Hidup ini untuk dinikmati. Disyukuri. Dijalani tanpa keluh kesah. Kita berdua, memang perlu sekali waktu pergi jauh dari semua itu. Keluar lingkaran dari para jawara pendusta. Yang menjual kisah kita, untuk menghakimi. Seolah mereka lupa berkaca diri. Sang bangsat biadab berjubah pembela, tapi merampok kebahagiaan insan kasmaran. 

Biarlah mereka jadi anjing yang menggonggong. Kafilah kasmaran tetap berlalu. Uruslah dirimu sendiri. Kau obok obok hidupku, demi puasnya hati iblismu. Sekarang hasilnya apa? Kami berdua tetap melangkah. Memberi bukti nyata bahwa perbuatanmu, hanya sampah para munafik dusta.

Beberapa hari ini, kita memang bolak balik di titik nol Jogja. Kita memang memulai dari nol lagi. Hingga malam tahun baru ini, kita kembali ke sana. Menikmati hidup, lepas merdeka dari kata orang.

Nol, ibarat impas. Dari titik nol adalah bahasa SPBU. saat isi bahan bakar hidup kita, diisi dari titik nol. Agar jelas transaksi hidup ini. Lupakan dan pendam masa lalu. Kita memulai hidup baru dari titik nol Jogja.

Duduk di bangku sambil berpegang tangan. Mengenang masa lalu. Menikmati hari ini. Dan merencanakan masa depan kita. Hidup bukan olok olok kepalsuan. Kita sama sama menua, haruskah kita jalan sendiri sendiri dan jadi tontonan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline