Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Orang Biasa Menulis Sastra

Diperbarui: 10 November 2021   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang biasa menulis sastra dokpri

Andai aku bisa kesana. Kembali ke jaman layar terkembang. Atau menemui Chairul Anwar. Ingin kurasakan deru debu. Tentang heroiknya jaman. Saat karpet merah para sastrawan. Menghipnotis suatu masa.

Kembali ke aku. Bukan siapa. Bukan apa apa. Aku ini menunggu maha karya jaman. Kemana para muda jurusan sastra. Yang lebih mumpuni ilmunya. Pasti mampu kalian mengalahkan empu Prapanca. Dengan negarakertagamanya.

Kucari dan kucari. Mungkin kalian ada diruang ruang eksklusif. Seminar mentereng digedung mewah. Saat seorang aku datang, akan diusir satpam. Karena tak level dengan kalian.

Jujur aku mempertanyakan kemana para sarjana. Semedi agar lebih digdaya. Atau tengah menyusun epic maha karya. Bertahun tahun itu kutunggu. Mungkin aku yang dungu. Tak bisa menemuimu. Menikmati hipnotis, seperti masa Siti Nurbaya.

Aku hanya bertarung dengan kebodohanku. Sibuk dalam duniaku mencari jawaban. Yang kujawab sendiri. Untuk menipu ketidaktahuanku. Sebuah tanya goblok, dijawab orang dungu.

Kuliah itu, kadang tak sesuai hasratmu. Kau terpaksa tersesat dalam lembah asing. Lautan liar, ganas tak bertepi. Ditempuh untuk lulus dalam nilai nilai tinggi. Menulismu hanya demi pujian dosen. Setelah lulus. Tumpul. Hilang dimedan pertarungan dunia kerja. 

Asal kuliah. Asal masuk jurusan. Tak mikir. Mau apa setelah nanti. Dijalani setengah terpaksa. Kau ternyata tak kenal diri sendiri. Yang kau kenal orang lain. Bukan kamu mampu apa. Tapi berlomba menuju satu pintu. Dunia nyaman karyawan. Tak mikir, asal manut, tiap bulan gajian.

Akupun juga demikian. Sangat dungu. Warisan goblok yang dipelihara turun temurun. Hanya atas nama gengsi. Kuliah di universitas top. Setelah lulus, nganggur. Diterima kerja bukan pada bidangnya. Hanya jadi orang nomer sekian. Demi urusan cuan. Dan perut.

Kemana yang muda, yang jadi pelopor bangsa. Kemana darah mudamu? Kalian itu ditunggu. Mana gebrakanmu. Dalam karya. Bukan ahli demo, tapi tak tahu demo untuk kepentingan apa. Untuk siapa. Katanya sarjana, kok jadi boneka. Sumbu pendek, Mudah disulut. Mudah diprovokasi. Diperalat tanpa kamu sadari.

Silahkan saja jadi pahlawan. Jika megaphone membuatmu bangga. Teriak menghujat aparat negara. Menuntut keadilan. Itu hak setiap warga negara. Jika kalian cerdas, buat inovasi. Kasih solusi. Bukan demonstrasi. Apalagi hujat sana hujat sini. Yang tidak kuliah saja bisa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline