Apa maumu. Apa maksudmu. Aku menasehatimu. Kehormatanmu harga dirimu. Jangan diobral gratis atas nama cinta. Kau manusia terhormat. Bukan binatang tanpa syariat.
Kau anggap aku mengganggumu. Katamu, aku menghalangimu. Lalu Aku siapa menurutmu. Aku Sudah tak kau hargai. Syariat agamamu sudah kau lecehkan. Tapi kau minta dibenarkan.
Kau hanya mau senang senang. Seperti binatang jalang. Ada yang halal kau campakkan. Yang haram kau tempuh tanpa takut Karma Tuhan.
Katamu reuni. Tiap malam chattingan. Vicean. Telponan. Nyanyi bareng lagu kenangan. Mesra banget. Nunggu dia datang liburan. Menemuimu.
Katamu takut bertemu dengannya. Tapi kamu bohong. Hari itu kamu ketemuan. Dijemput dan makan bakso berdua. Pulangnya kau mesam mesem. Besok kau bilang pamit reunian, kodemu halan halan.
Sungguh diriku ditipu. Aku berangkat menjemput rejeki. Untukmu, tapi Kau mau mantap mantap. Dengan lelaki lain. Sungguh mulia perbuatanmu. Memburu nikmat birahi, diranjang ternoda.
Resepsionis hotel itu. Jadi saksi. Kamar pojok lantai dua. Sejuk semilir dari jendela. Agar sejuk saat bergulat. Terkutuk perbuatanmu. Bejat kelakuanmu.
Mana ada reuni berdua dikamar. Kau alasan berangkat sendiri. Dan janjian di loby itu. Alasannya, dia tak paham arah. Katamu kau kesitu naik becak. Kau kira aku tak tahu? Kau dijemput dengan motor putih itu. Berangkat berdua, melewatiku. Berpeluk mesra, seperti pasangan muda.
Masuklah kamar. Mau berbagi lezat bersama yang tak berhak. Ku WhatsApp lelakimu. Kubilang, Kalau gentelment, turun. Jangan jadi pengecut.
Resepsionis itu, melarangku masuk. Itu rahasia konsumen yang harus dijaga. Disangka aku mau bikin onar. Tapi bukan itu mauku. Dan kau menuduhku mengganggu. Menemuimu mau mantap mantap dengan pria idaman lain.