Buku itu literasi. Disimpan fisik untuk kemudian dibaca. Dibaca lagi. Dan dikaji. Itulah aku dan buku.
Itu sumber. Seperti air saatku haus. Seperti terang saatku gelap. Saatku tersesat seperti peta. Saatku terbelenggu, akan jadi jendela dunia.
Buku bertumpuk. Katanya tak penting. Hancurkan. Disobek sobek. Dan dijual murah. Diloakan. Untuk bungkus kacang. Sehina itukah nasib buku?
Aku dan buku. Setengah mati untuk melahirkan satu buku. Semua dipertanyakan, tentang bukti. Seolah aku adalah musuh. Dan bukuku adalah sampah yang harus dibuang. Curhat penulis yang disepelekan. Padahal hasilku dibutuhkan. Dimakan. Tapi bukuku dirusak habis habisan.
Bertarung dengan orang bodoh. Jadi ikut bodoh. Jika butuh, kenapa tidak kau rayu baik baik? Memusuhi hanya menambah tersiksa. Jauh berkah rejeki. Tapi dendam lebih mulia. Membakar amarah, untuk tangis literasi. Yang ditertawakan.
Aku dan buku. Sumber inspirasi. Sumber yang menghidupi. Kau bencikah dengan bukuku? Itu yang kau makan. Buatmu kenyang. Tapi kau dustakan. Tak pernah diakui. Apalagi disyukuri. Terganggukah hidupmu dengan perpustakaan ku? Lucukah? Waraskah?
Inilah duniaku. Semua tentang aku adalah salah dimatamu. Agar kau puas dan kapok aku ini. Jauh dari sumber berkah yang menghidupimu. Tapi tak kau syukuri. Hanya karena dendam.
Dan bukuku pelampiasanmu. Bukan kau yang lakukan, tapi terjadi karena hasutanmu. Yang sangat bodoh. Demi membela pembisik. Yang merusak kehormatan mu. Tapi kau bela. Sungguh mulia skenario gilamu. Tapi kau tak sadar. Alhamdulillah.
Malang, 23 April 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H