Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Pujangga Rapuh Tertiup Angin

Diperbarui: 6 Februari 2021   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagai jemuran tali ravia. Panas hujan tertiup angin. Rapuh. Mudah putus. 

Nasib pujangga. Bukan mata pencaharian. Tak dibutuhkan. Tak ada yang bayar. Menebar romantisme. Merekam hidup. Tak bermakna. 

Tanpa tanggapan. Hanya debu debu yang tertiup angin. Lewat tanpa apresiasi. Ada tak dianggap. Pergipun tiada yang mencari. Ada atau tiada, kosong. 

Hadirpun tiada makna. Pergipun tetap tak bermakna. Pujangga rapuh. Tertiup angin. Tiada yang rindu. Tiada yang membutuhkan. Ada atau tiada, sama saja.

Untuk apa menulis. Jadi pujangga bego. Tapi inilah aku. Yang tetap berkarya. Tetap mengisi relung hampa. Agar terisi. Oleh debu debu. Yang tertiup. Walau itu tak punya arti.

Nasib pujangga gratisan. Tak menghibur siapapun. Hanya sedikit apresiasi. Tak dikenal. Menebar sampah sampah sastra. Memenuhi jagad Maya. Tak ada yang baca karyanya. Curhat bisu, dibaca sendiri.

Aku ada, untuk berkarya. Aku ada, tak menuntut untuk dibaca. Disyukuri tanpa protes. Dinikmati saja. Tetap berkarya, walau tak bermakna. 

Malang, 6 Februari 2021

Oleh Eko Irawan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline