Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Jembatan Bambu

Diperbarui: 29 Desember 2020   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan bambu, dokpri Eko Irawan

Jembatan bambu. Menuju sawah. Diseberang. Kelahan harapan. Bertanam padi. Untuk hidup. Dan terus hidup.

Inilah makna jembatan bambu. Tak begitu penting, melompat pun bisa. Tapi berarti. Seperti antara aku dan dirimu.

Harus ada jembatan hati. Agar kita tak jalan sendiri sendiri. Entah aku yang kesana. Atau kamu yang kesini. Lewati jembatan hati.

Tak bisa saling tebak. Saling terka. Hidup bukan teka teki. Salah tafsir, fatal. Salah sangka, bahaya. Karena tak terjembatani. Jadi terjebak prasangka, yang tak pasti. 

Melihatku, kamu bisa salah. Bisa terilusi. Bisa Fatamorgana. Bisa salah Persepsi. Begitu pula aku, padamu. Semua harus terhubung. Komunikasi tersambung. Dengan bicara langsung.

Jembatan bambu yang sederhana. Membantu kita kesana. Untuk bicara. Ini jangan diremehkan. Karena cinta itu ada. Diantara kita. Ada aku. Ada kamu. Bukan sendiri. Tapi harus terjembatani. Dengan kasih. Dengan tulus. Tanpa prasangka.

Datanglah wahai cinta. Seiya sekata. Merdu satu nada. Bersatu dalam Berdua. Dalam temu dan bicara. Tak perlu tunda. Ada kendala, bahas secepatnya. Jembatan hati harus ada. Diantara kita.

Malang, 28 Desember 2020

Oleh Eko Irawan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline