Kunikmati saja, apapun itu. Ini hidupku sendiri. Aku akan memutuskan, siapa dan apa. Ini harus. Daripada dibilang lelaki tak tegas. Lelaki tak teges. Lelaki tak jelas.
Aku tahu siapa. Yang dari awal mau. Sudi. Berkenan. Dan rela. Demi aku. Walau kau tak jawab cintaku. Walau kau kata Katai aku. Yang menyakitkan. Tapi ternyata, kamu tulus. Kamu mengujiku. Kamu ingin aku kuat. Tidak cengeng. Tangguh. Tak mudah mengeluh. Semangat tanpa keluh. Tanpa kenal mundur.
Aku baru paham sekarang. Kukuhmu adalah khawatirmu. Aku salut prinsipmu. Tak gampangan. Itu Permata mahal, bernama harga diri.
Sekarang, Aku tetap memperjuangkanmu. kau yang temani aku, saat aku mendaki. saat aku hina Dina. Tak punya apapun. Hanya lelaki yang tak jelas.
Haruskah aku membuangmu, demi dia, yang akan datang. Yang tak pernah pahit, temani jalanku dulu, Akankah dia yang Merebut lelahmu. Mengusir payahmu. Dan aku akan jahat, saat aku terpesona pada dia. yang menunggu dipuncak. Aku malu, jika begitu.
Siapa yang terbaik. Aku harus tahu. Cintaku bukan tongkat estavet. Yang dibawa lari. Sesuka hati.
Cintaku bermakna pada siapa yang menghargai, bukan pada yang membutuhkan. Karena jika sudah tak butuh, dia akan lupa menghargai. Dan caramu, baru kusadari sekarang. Saat aku sadar, telah terbuang. Dalam badai yang tak jelas. Tak berarah. Terdampar. Dan sendiri.
Tak perlu teori. Jalani saja. Kisah ini. Tentang Apa rahasia cinta itu. Yang temani aku sedari dulu. Yang uji aku, tanpa jawab cintaku. Tapi aku memahami sikapmu. Terima kasih cintaku. Kau telah buka, rahasia cinta. Sejati. Hakiki. Yang sederhana.
Saatnya, Aku pilih dirimu, untuk sisa umurku. Selamanya. Dalam rahasia cinta. Mahabah Illahi Robbi. Pada umatNya. Yang diatur dalam skenario yang tak kupahami. Yang Lupa krenteg ati. Lupa kata hati. Buta batinku, buta rasaku. Pada dirimu, takdir pilihan terakhir. Untuk menemaniku. Dalam kisah abadi, selamanya, bersamamu.
Malang, 20 Desember 2020
Oleh Eko Irawan