Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Bahagia yang Sederhana

Diperbarui: 9 Desember 2020   12:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Quote Eko Irawan bahagia yang sederhana, dok. pribadi

Dituntut. Harus seperti mereka. Banting tulang berpuluh tahun. Tetap hampa. Tak diterima. Tak diakui. Tak berarti bagimu. Karena syukurmu telah terbunuh. 

Melihat keatas. Langit tinggi. Jatuh dalam kekurangan. Dikejar tanggungan. Hidup seperti sapi perah. Tak peduli lelah. Dituntut dan dituntut. Karena terperangkap. Terjerembab. Berkubang kekurangan.

Syukur itu perlu. Saat sabar sudah habis. Karena ukurannya mereka. Jadilah cambuk. Bukan motivasi. Tapi ancaman. Seolah semua yang baik, sampah. Dihinakan. Padahal itu sudah dinikmati, tapi kurang. Sudah dimakan, tapi tak disyukuri.

Hadirnya malapetaka. Kuselamatkan harga dirimu, tapi kau anggap aku pengganggu. Kuselamatkan kehormatanmu, tapi aku yang disalahkan.

Penipu ulung itu telah merusak sayangmu padaku. Membunuh semua tentang aku. Laknat yang kau bela, kau jadikan standar baru. Yang lama dibuang, untuk dihinakan. Yang baru dewa, tapi bertemu aku dusta. Pengecut yang beraninya main belakang. Itukah pahlawanmu?

Bilang aja iya. Akui. Itu lebih terhormat, yang gentelment. Kuberikan maumu. Tapi rupanya kau iblis laknat. Murka Allah hadiahmu. Karena omong padaku dusta. Sudah menikmati lezat, tak berani bilang. Apa Allah tak melihat bejatmu? Katamu kau ahli ibadah? Amalmu sundul langit? Tapi kenapa binatang kelakuanmu? Puas? 

Silahkan tipu diriku. Silahkan menari bahagia diatas sakitnya hatiku. Aku tahu bejatmu, dan aku pasrahkan dirimu padaNya. Aku tak balas, biar keadilan dunia akhirat jadi hadiahmu.

Dan silahkan pergi membawa milikku. Ambillah. Kau sudah curi bahahagiaku. Silahkan menikmati menangmu yang hina. Kau pahlawan kesiangan yang menyakiti hatiku. 

Dan akan kusederhanakan bahagiaku sendiri. Karena bahagiaku telah kau rampok. Aku sudah tak punya apa. Kusyukuri saja yang kumiliki. Aku takut padaNya, Tuhan yang memberiku, nikmat yang telah kau ambil paksa itu. 

Kau sudah melampaui kuasaNya. Nikmat itu hakku, tapi kau ambil lezatNya. Dan aku sengsara. Yang berhak ambil itu Allah, bukan nafsu bejat binatangmu. Sebutkan dalil apa yang kau jadikan dasar..  sebutkan, katanya kau ahli ibadah? 

Ya sudahlah. Ambil saja. Bawa Pergi saja. Kau sudah ambil bahagiaku. Dan aku akan sederhanakan bahagiaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline