Ada jurang. Menganga. Memberi batas. Antara yang kaya dan miskin. Terlihat dari tempat sampahnya. Yang kaya, banyak membuang sisa makanannya. Yang miskin makan jarang ada. Ini nyata, fenomena apa?
Tapi Alhamdulillah aku masih bisa makan. Hanya nasi dan goreng tempe. Inilah kekayaanku. Sederhana, apa adanya.
Yang miskin itu mereka. Tak tahu tetangganya kelaparan. Kehausan. Tak mampu beli beras. Mereka kaya, tapi miskin hati. Tak punya nurani. Membuang rejeki.
Mereka kikir. Lalat saja diusir, apalagi tetangga yang miskin. Lebih baik sisa makanan dibuang, daripada diberikan yang lapar.
Seolah bangga membuang makanan. Tanda hebat tanpa tandingan. Tapi sejatinya dalam kemiskinan. Tak punya kepedulian.
Syukuri apa yang kau punya. Jika lebih, berbagilah. Jangan kau buang. Coba lihat tetanggamu, barang kali mereka ada yang kelaparan. Tolonglah mereka.
Alhamdulillah masih bisa makan, 7 Desember 2020 oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H