Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Jangan Dibaca

Diperbarui: 4 Desember 2020   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri foto Eko irawan

Jangan dibaca. Ini hanya puisi tentang bunga ciplukan. Yang gugur. Rontok. Kering terbawa angin. Jatuh dipelataran. Ini hanya sampah tak bermakna.

Begini jadinya. Saat kau bukan siapa siapa. Kadang tersia sia. Tak ada yang pedulikanmu. Saat kau tak dibutuhkan. Dibuang. Bagai sampah.

Seburuk sampah menumpuk. Itu adalah bahan baku pupuk. Yang berguna. Seperti itulah dirimu. Saat jadi sampah sekalipun. Tetaplah menginspirasi, walau hadirmu tak dibutuhkan lagi.

 Hidup kadang tak adil. Kadang terpinggirkan. Tak punya peran. Tak ada tempat. Haruskah kamu mundur? Itu mungkin perasaanmu saja. Maknailah hidupmu dengan syukur. Agar berkah. 

Tetaplah jaga semangat. Disitu mungkin tak berarti, tapi pasti ada tempat, dimana dirimu dihormati. Hijrah adalah jawaban. Buat apa bertahan, jika kamu disakiti. Dihina. Tidak dianggap ada. 

Kembara hati, bergeraklah. Songsong jiwa jiwa yang melaju. Beri sinarmu. Menuju terang. Doa tulus ikhlas untuk perubahan. Selamat datang makna baru.

Ditulis oleh : Eko Irawan, di Malang, 4 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline