Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Malangstoomtrammaatschappij

Diperbarui: 26 November 2020   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokpri Tjahja Indra Kusuma https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217571380028726&substory_index=0&id=1604445879

Trem itu, nasibnya kini. Entah bagaimana, nanti. Apa hilang, apa tetap menanti. Tinggal rel tanpa si kuda besi.

Saat jaya kau belah kota. Mengantar para Nonik Belanda. Berderu membelah suara. Rel tua kayutangan saksinya.

schat .. is er weer een tram naar Blimbing?
Ik heb lang gewacht op zijweg naar Batoe.

*er is geen tram, schat .. het zijn gewoon de rails

sayang .. masih adakah trem yang ke Blimbing?
Saya sudah menunggu lama di pertigaan ke Batu.

*Sudah tidak ada tremnya, sayang.. itu tinggal relnya saja..

Dialog seboeah tonil tanpa penonton di gedoeng Flora!

Banyak kisah tersimpan disana. Bahagia. Perih. Dan sakitnya saat agresi. Saat api membumi hangus kota.

Andai rel bisa ditanya. Akan ada ratusan lembar membahana. Merekam kisah masa. Bercerita pada sang penguasa.

Semoga akan ada tanda. Untuk mengenangnya. Agar abadi. Untuk cerita masa.

Bahwa disini pernah ada.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline