Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Menulis itu Hidup

Puisi: Balada Malang Macet

Diperbarui: 14 November 2020   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Malang Macet https://www.facebook.com/1053773394/posts/10220928160327780/

Tergesa, semua punya kepentingan. Berjejal menuju tujuan. Kasihan bayi dalam gendongan. Resah kepanasan dalam desak desakan.

Mendung gelap mengantung. Butir butir hujan mulai turun. Semua tambah resah. Pingin cepat sampai tujuan. Berjejal dalam satu jalan. Inilah balada malang macet, sebuah kisah demi heritage.

Terjebak macet itu melelahkan. Ya manusianya. Ya motornya. Ya emosinya. Ya fisiknya. Semua lelah terjebak. Lelah menunggu untuk bisa lewat. Membuang waktu percuma untuk berebut ruas jalan. 

Tak perlu mencari siapa yang salah. tak perlu juga mencari, siapa yang bertanggung jawab. Hanya akan menabur garam dilaut. Jadi, Syukuri saja balada malang macet. Nikmati apa yang terjadi. 

Yang bikin ini sudah pakar ahli. Sekolah hingga luar negeri. Proyek besar demi heritage disini. Semoga amanah jalankan misi.

Memang selalu ada sisi lain. Yang mewarna hari hari ini. Mengeluhpun bukan solusi. Apalagi ya sambat hanya jelata. Siapa peduli.

Semoga cepat usai. Biar nanti bisa menikmati. Hasil macet dari balada ini. Pengorbanan jalanan, untuk majunya heritage kota ini.

Mari berpikir solusi, agar pengguna jalan bisa menikmati. Diakui atau tidak, itu urusan Nanti. Yang penting mulailah perjuangan ini.

Malang, 14 November 3020

Oleh Eko Irawan, refleksi terjebak dijalanan macet karena rekayasa lalu lintas dan pengguna jalanan, agar aman selama proses revitalisasi di kampung Heritage Kajoetangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline