Lihat ke Halaman Asli

Eko N Thomas Marbun

I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Apakah ESL Bid'ah dalam Sepak Bola?

Diperbarui: 22 April 2021   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:kompas.com

Sepak bola sudah lama menjadi semacam 'agama'. Jauh melampaui hakikat sebuah cabang olahraga. Sepak bola adalah puncak kepercayaan, sementara klub-klub adalah sektenya. Saya yakin, stadion-stadion sepak bola jauh melampaui kapasitas tempat ibadah mana pu di dunia ini. Demikian juga kehadirian orang di dalamnya.

Agama, ras, golongan, bahasa dan batas-batas geografis sudah lama 'tidak terlalu' menjadi pembeda. Asal kita mengimani Klub yang sama. Kita tetap bersaudara. Kita larut dalam sejarah yang sama. Memuja simbol-simbol yang sama. Puncaknya membanggakan trophi yang sama. Kita padahal sebatas fans, buka umat apalagi pemilik modal.

Dimana ada berkumpul (keramaian) di situ ada uang. Adagium itu sudah lama dibaca para industrialis sepak bola. Mereka hanya cukup melakukan komodifikasi nilai-nilai luhur sepak bola yang kita anut menjadi komoditas komersial. Itulah yang mendorong fans dengan mudah mengeluarkan jutaan rupiah demi kostum klub. Belum lagi kalau sampai dibubuhi tanda tangan salah satu imamnya (bintang).

Seiring berjalannya waktu, uang dan uang dalam industri sepak bola selalu kurang. Walau pun sudah kita lihat bersama bahwa super-super klub seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester United sampai Machester City telah membelanjakan begitu banyak uang. Baik untuk membeli pemain, membayar gaji pemain dan ofisial sampai mengembangkan tim junior yang bahkan kandang tidak dilirik.

Soal hasrat besar untuk mendapatkan untung lebih banyak telah mendorong para industrialis melakukan berbagai cara. Klub-klub ganti kepemilikan, mendatang silih berganti super star demi penjualan merhandise sampai paling anyar mereka ingin melakukan bid'ah. Ada lagaknya ingin mencari cara baru untuk menghasilkan uang yang lebih banyak sampai lupa hakikat sepak bola.

Uang mungkin akan dapat merubah pendirian para pemilik klub besar. Tapi, jika sampai agenda ESL terwujud kita akan kehilangan esensi sepak bola. Orang-orang tidak melulu ingin melihat perang bintang. Star Wars. Terkadang mereka ingin melihat Daud vs Goliath.

Lalu, oleh sebuah batu kecil yang dilontarkan oleh ketapel. Golll. Goliath terkapar. Orang-orang tidak akan habis pikir dan akan selalu membicarakannya. Begitulah sepak bola hidup.

Lalu, apa ini ESL bid'ah?. Mereka seperti lupa pada sejarah ratusan tahun yang sudah dibangun. Sepak bola dibangun dari sebuah tatanan. Klub-klub merangkak dari dasar tangga sampai puncak liga. Itulah yang membuat pelan-pelan tumbuh cinta bagi klub.

Sekarang dihadapkan pada sebuah rencana. Ada beberapa klub yang sedang menepuk dada. Kami klub besar, punya level sendiri dan akan membentuk kompetisi sendiri. Mereka seolah lupa darimana mereka datang. Bukankah mereka besar karena berkali-kali juara dan mereka juara karena mengalahkan tim-tim medioker sampai juru kunci yang kemudian terdegradasi. Tanpa itu, mereka tidak ada. Fans tidak ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline