Lihat ke Halaman Asli

Eko N Thomas Marbun

I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Kalah di Timur Tengah, Haruskah Kita Menerima di Indonesia?

Diperbarui: 7 Februari 2020   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

Wacana pemulangan teroris lintas batas akhir-akhir ini ramai di masyarakat. Bahkan Presiden Joko Widodo, dalam pandangan pribadinya menolak eks WNI (sudah membakar paspornya) itu datang ke Indonesia. Namun, keputusan itu belum final karena harus dirataskan di tingkat Kementerian/Lembaga. Tentu masyarakat dalam kekhawatiran menanti-nanti keputusan apa yang akan diambil pemerintah.

Foreign Terorist Fighters (FTFs)

Teroris lintas batas atau Foreign Terorist Fighters (FTFs) telah menarik perhatian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada 24 September 2014, dalam pertemuan tingkat kepala negara/pemerintahan, Dewan Keamanan PBB secara bulat mengadobsi Resolusi 2178 untuk mengatasi ancaman akut yang terus meningkat yang diakibatkan oleh para teroris lintas batas.

FTFs didefinisikan sebagai orang-orang yang melakukan perjalanan ke lintas batas negara dari negara asalnya untuk tujuan kejahatan terorisme, meliputi perencanaan atau persiapan, partisipasi dalam aksi teroris atau penyediaan atau penerimaan pelatihan teroris, termasuk dalam kaitannya dengan konflik bersenjata.

Dalam catatan PBB, fenomena FTFs telah meningkatkan intensitas, durasi dan kompleksitas konflik serta telah menjadi bahaya serius terhadap negara asal, negara transit, negara tujuan, zona-zona konflik bersenjata yang berdekatan di tempat mana mereka aktif. 

Ancaman FTFs terus berkembang dengan cepat dan tidak mungkin sepenuhnya hanya efek jangka pendek. Dalam jangka panjang ada ancaman signifikan yang ditimbulkan oleh FTFs yang kembali ke negara asal mereka atau di negara ketiga.

Ancaman dibalik Repatriasi FTFs asal Indonesia

Paska kekalahan ISIS di Timur Tengah, jumalah FTFs asal Indonesia, merujuk pemberitaan CNBC Indonesia diperkirakan sebanyak 660 WNI. Namun rasanya data itu tidak terlalu valid mengingat situasi perang di daerah timur tengah tempat para FTFs berada. Akses menuju camp-camp di Suriah dan Irak cukup berbahaya. Jadi, angka 660 masih perlu diverifikasi seandainya dilakukan repatriasi. 

Namun, perlu juga diperhatikan kapasitas Indonesia dalam melakukan repatriasi. Misalnya tindakan hukum apa yang akan dilakukan terhadap FTFs, kerangka kerja sama hukum timbal balik dengan negara lain dalam menangani FTFs, pembuktian hukum terhadap FTFs, posisi pengadilan dalam menilai perbuatan dan barang bukti dari luar negeri dan sampai program-program paska repatriasi.

Penyaringan terhadap FTFs penting mengingat posisi mereka tidak semuanya kombatan, sebab ada juga yang merupakan korban! Utamanya terdapat anak-anak yang dibawa orang tuanya ke wilayah konflik, anak yang dilahirkan perempuan dalam rangka mendukung perjuangan ISIS dan ada juga anak yang telah menjadi kombatan (pelaku)! 

Semua telah mengalami radikalisasi paling sedikit oleh lingkungan seandainya dia lolos dari doktrinasi. Mereka akan menjadi bibit yang subur untuk disemai dalam reproduksi teroris

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline