Lihat ke Halaman Asli

Eka Nawa Dwi Sapta

Penulis lepas

Mengapa Pramuka Sebaiknya Tidak Perlu Diwajibkan?

Diperbarui: 9 April 2024   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi pramuka (shutterstock via kompas.com)

"Ayo pakai jilbabnya! Pakai sekarang! Kenapa malu?"

Saya belum melupakan momen hari itu. Setelah selesai apel dan pelajaran sandi-sandi pramuka, kami dipanggil agar berkumpul di lapangan sekolah. Bola api di langit pukul dua lewat berkobar-kobar menjerang keringat siswa-siswi kelas sepuluh yang berbaris teratur. 

Sesekali di antara mereka mengelap peluh mengucur deras di pelipis dengan kacu, menggaruk pipi gatal, meludah, menguap, atau berbisik-bisik pada teman di sebelah mereka. 

Bau tengik dan asam ketiak menguar di udara membuat siapa saja yang mengendusnya ingin segera menggelontorkan seisi perut karena tak tahan. Sejumlah siswa dengan baret di kepala berlalu lalang, masuk keluar barisan, memeriksa posisi siap masing-masing kelas.

Kami dijemur sekitar setengah jam. Sebelum seorang senior berdiri memberikan arahan. Saya tak ingat apa yang dia katakan kala itu. Satu hal yang mungkin saya ingat adalah mengenai "kesalahan". Di dunia ini kita selalu rentan tanpa sengaja berbuat salah, tapi di pramuka kau salah bernapas saja bisa menjadi kesalahan yang berat dan diungkit-ungkit.

Pada siang menjelang petang itu para senior laki-laki berjalan petantang-petenteng menghardik beberapa siswa kurang beruntung di antara kami.

Pikir saya mereka mungkin pendosa-pendosa yang dimaksud. Teriakan, bentakan, ancaman, dan segala kalimat-kalimat serapah mengintimidasi terdengar dari segala penjuru. Bila dalam situasi demikian, saya nyaris berpikir sedang berada dalam latihan ketentaraan.

Mata senior yang tajam bagai elang, suara yang keras, dan tatapan yang benci terasa menebar ketakutan tidak wajar. Kau bisa saja memukul wajah menyebalkan itu atau balik menghardiknya, tetapi dalam situasi semacam itu, melawan sama dengan menyerahkan diri sebagai bulan-bulanan mereka. Jadi diam dan pura-pura tak terganggu adalah pilihan terbaik demi keamanan pribadi.

Di tengah-tengah momen adegan marah-marahan itu, seorang senior yang gemar berguyon datang membawa kantong plastik hitam. Dengan senyum licik ia mengeluarkan isi kantong lalu berkata pada kawan-kawannya agar memasangkan kain itu pada junior lelaki yang tengah didisiplinkan.

"Ayo pakai jilbabnya! Pakai sekarang! Kenapa malu?" ia menyegak junior yang bebal. Junior itu siswa kelas ruang sebelah yang terkenal degil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline