Lihat ke Halaman Asli

Eka Nawa Dwi Sapta

Penulis lepas

Lagu India, Dangdut, dan Label "Kampungan" Melekat pada Pendengarnya

Diperbarui: 8 Januari 2020   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi album cover lagu Banyak Jalan Menuju Roma (New Version) - (sumber: YouTube Rhoma Irama Official)

Banyak orang yang gengsi untuk sekadar mengakui kalau sekiranya mereka sebenarnya suka dengan lagu negara bombai. Termasuk saya sendiri, terutama karena terlalu takut dihakimi,  dianggap selera musik norak. Sama halnya seperti ketika saya suka lagu dangdut klasik yang dinilai 'kuno' dan 'kampungan'.

Saking tak mau diketahui orang lain, saya hanya berani secara diam-diam untuk memutar lagu-lagu milik Arijit Singh, Udit Narayan, Lata Mangeshkar, dll. 

Tidak seberani ketika saya mendengarkan lagu-lagu milik Adele, Westlife, Celine Dion, atau Maroon 5 dengan santai. Apa yang membuat saya malu ketika mendengar lagu India dan dangdut di dekat orang lain saat itu?

Padahal sejujurnya saya bukan orang yang pemilih, atau cenderung  hanya menyukai satu genre musik saja. Saya suka pop, rock, dangdut, India, dll tetapi saya tidak bisa membohongi diri sendiri, kalau lagu India yang dijadikan soundtrack film-film melankolis nan amat meyayat hati sering saya jadikan playlist youtube.

Menurut pandangan saya, lagu India itu meskipun liriknya tidak dimengerti. Namun, alunan musik dan suara penyanyinya yang syahdu bikin hati terenyuh. Kadang-kadang membuat suasana ramai seketika.  Ini karena kita akan otomatis teringat potongan-potongan adegan dalam film setiap kali kita mendengar soundtrack film India.

***
Gengsinya anak muda mengakui bahwa mereka terhibur dengan lagu Bollywood saya pikir mungkin karena beberapa alasan. Pertama, selama ini ada anggapan kalau lagu Bollywood adalah hiburan bagi masyarakat kelas bawah alias kaum pinggiran.

Rhoma Irama dan Lata Mangeshkar via Rhomairama.info

Lihat saja, setiap film India, mau dalam keadaan sedih ataupun bahagia, mereka pasti bernyanyi. Terkadang membawakan lirik-lirik teramat sedih dan pilu. Kalau sedang riang gembira mereka bukan hanya menyanyi bahkan tak jarang menari yang diikuti tarian kompak.

Entah kapan latihan tiba-tiba semua orang bisa serempak mengikuti gerakan. Tak bisa menyana kenyataan sekiranya tari-tarian masal yang penuh kebahagiaan dan kegembiraan itu merupakan hiburan kaum proleter. Mereka berniat lupa diri dari kemelut hidup yang sedang diratapi.

Kedua,  lagu-lagu Bollywood memang lebih familiar di kalangan gen X (1961-1981) dan milenial (1981-1996) di mana film-film Bollywood  memperkenalkan musiknya lewat film di televisi hitam-putih.

Bocah-bocah ekonomi lemah berduyun-duyun menumpang nonton film india di tv milik tetangga yang saat itu jumlahnya hanya dalam hitungan jari. Soundtrack film-film itulah nantinya kelak banyak mengilhami musik dangdut.

Terbukti ratusan lagu dangdut hits  di Indonesia ternyata disadur dari soundtrack film India. Seperti lagu Gulali (Rhoma Irama) disadur dari Aane Se Uske Aaye Bahar (Mohammed Rafi) ost film Jeene Ki Raah (1969). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline