Pagaralam kini tengah ramai dibicarakan. Baik karena teror harimau yang sempat menjatuhkan korban atau kecelakaan bus Sriwijaya jurusan Bengkulu-Palembang senin lalu (23/12) yang terjadi di Desa Prahu Dipo, Pagaralam.
Dua berita besar ini tentu membuat Pagaralam diingat masyarakat luar sebagai wilayah 'tidak aman', terbukti dengan menurunnya jumlah penyewa vila menjelang pergantian tahun.
Gubernur Sumatera Selatan sampai-sampai ikut turun tangan menyampaikan mengenai kondisi terakhir Kota Pagaralam. Menurutnya, pasca konflik antara harimau dan warga, kini keadaan wilayah Pagaralam tidak lagi meresahkan.
Dilansir dari laman Kompas (27/12) Herman Deru memberikan keterangan soal teror harimau, "Menurut BKSDA, harimau itu mempunyai daya ingat yang luar biasa. Bahkan di kejadian pertama, penebang kayu yang pakai chainsaw itu adalah orang yang diterkam pertama, karena dianggap merusak kandangnya,."
Keterangan yang disampaikan Gubernur Sumatera Selatan itu memang bisa dibenarkan. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) meskipun karnivora, bukanlah binatang yang menyerang manusia tanpa alasan. Satwa kritis yang dilindungi itu masih berada di wilayah habitat aslinya.
Sangat disayangkan media yang memframing seolah-olah harimau bertindak brutal, padahal aslinya populasi mereka yang terancam.
Selama ini hubungan antara suku Besemah (Pasemah people) dan harimau sumatera di kawasan tersebut sebenarnya harmonis. Ada ikatan budaya tersendiri nan amat kental yang dipercayai penduduk setempat, seperti mempercayai bahwasanya harimau-harimau itu "puyang" yang dihormati.
Suatu kali saya berkunjung ke Pagaralam untuk berwisata, saya mendapati adat-istiadat masih tercermin dari kehidupan masyarakat lokal. Orang tua teman saya, penduduk asli Pagaralam memberikan beberapa wejangan-wejangan penting sebelum saya dan teman-teman saya menjajaki kota yang punya bentang alam menakjubkan itu.
Tugu Rimau
Ada satu pantangan yang saya ingat ketika akan berwisata ke Tugu Rimau, salah satu ikon wisata favorit di kota serba hijau itu. Letaknya berada di kaki gunung dempo dan merupakan titik awal pendakian. Pantangan yang diberikan oleh orang tua sahabat saya kala itu begini,
"Jangan berpikiran buruk dan mencela apapun yang dilihat, kalau ada yang kurang mengena cukup simpan dalam hati."
Pesan itu saya terima dengan baik, begitupun teman-teman saya. Kami memang berniat untuk liburan, jadi sudah seharusnya semua pikiran negatif dibuang jauh-jauh.