Perkawinan adalah hubungan yang menghalalkan antara laki-laki dan perempuan dengan akad perkawinan. Perkawinan sendiri merupakan peristiwa yang sakral tidak bisa dibuat main-main, oleh karena itu harus ada sesuatu yang bisa melindungi perkawinan dari niat buruk seseorang hanya yang ingin memanfaatkan untuk suatu keburukan. Sesuatu yang melindungi inilah yang disebut peraturan, hukum atau Undang-Undang.
Perlu diketahui bersama di negara Indonesia ada tiga hukum yang berlaku, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan hukum positif. Hukum adat adalah hukum yang berkaitan dengan kebiasaan masyarakat sesuai tempat tinggalnya.
Hukum Islam adalah hukum yang berlandaskan pada dari Al-Qur'an dan Hadits.
Hukum Positif adalah hukum yang berlaku pada saat ini yang dibuat oleh pemerintah dan sifatnya wajib dipatuhi oleh semua elemen manusia yang hidup di negara Indonesia.
Perkawinan menurut hukum adat, setiap daerah pasti mempunyai adat masing-masing sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut, sehingga bisa dipastikan perkawinan akan memiliki perbedan dan ciri khas di setiap daerah.
Perkawinan menurut hukum Islam, Dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 1 : "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (periharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu".
Dasar dari Al-Qur'an dan Hadits kemudian dihimpun dijadikan satu menjadi suatu Kompilasi yang disebut "Kompilasi Hukum Islam". KHI adalah Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang isinya memuat rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama Fiqih yang biasa dipergunakan sebagai refensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam suatu himpunan.
Sudah pasti antara sudut pandang hukum adat dan hukum Islam terjadi perbedaan mengenai masalah perkawinan, hukum adat berlandaskan kebiasaan sedangkan hukum Islam berlandaskan hukum-hukum Islam. Dalam hal ini dibutuhkan peranan politik hukum atau kebijakan hukum dari pemerintah menanggapi perbedaan dintara dua jenis hukum diatas.
Bagaimana langkah yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini?
Dalam hal ini pemerintah melakukan suatu proses yang dinamakan proses politik hukum atau kebijakan hukum yaitu membuat suatu Rancangan Undang-Undang tentang perkawinan, RUU tersebut diproses agar bisa terbentuk menjadi Undang-Undang yang sah. Dalam proses pembuatan Undang-undang terdapat suatu proses yang disebut controling (Hukum dan Politik) Undang-Undang akan menjadi seperti apa, apakah sudah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Setelah controlling sudah dilakukan, hasil dari proses controling ini dinamakan Undang-undang.
Setiap Undang-Undang atau Peraturan berada dalam cakupan Pancasila, sehingga harus mengedepankan nilai-nilai dalam pancasila tersebut. Undang-undang perkawinan sebagai produk dari kebijakan politik pemerintah tentunya sudah menaungi dari perbedaan antara hukum adat dengan perkawinan menurut hukum Islam.
Undang-undang inilah yang disebut sebagai hukum positif seperti yang dijelaskan diatas. Sehingga semua elemen masyarakat harus tunduk dan patuh dengan Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang yang mengatur perkawinan adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 2 ayat (1) menjelaskan Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Ketika Undang-undang ada yang dirasa tidak relevan untuk diterapkan maka pemerintah melakukan revisi Undang-undang kembali seperti contoh pada Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yang menjelaskan bahwa usia minimal perkawinan bagi pria 19 tahun dan wanita 16 tahun, dirubah dengan Undang-undang Perkwinan No. 16 Tahun 2019 Pasal 7 ayat (1) bahwa usia perkawinan baik antara pria dan wanita adalah 19 tahun.