Laporan Lengkap Tim Katastropik Purba
Bermula meneliti data kebencanaan di masa silam, Tim Katastropik Purba menguak peradaban di masa silam yang musnah.
Tim Katastropik Purba bentukan Staf Khusus Presiden telah merampungkan riset awal. Tim ini meneliti apakah ada keterkaitan antara kejadian bencana di masa silam dengan peradaban masa lalu untuk dibandingkan di masa kini. Tim ini terdiri dari DR. Danny Hilman, DR. Andang Bachtiar, DR. Budianto 'Didit' Oentowirjo, DR. Wahyu Triyoso, DR. Irwan Meilono, DR. Hamzah Latief, Ir. Wisnu Ariestika dan Ir. Juniardi.
Pada awalnya tim ini menjadikan objek utama riset melalui data kebencanaan dan anomali Gunung Sadahurip dan beberapa situs yang terkubur karena diduga kuat karena bencana. Dengan segala kehati-hatian, serta pengujian alat/teknologi yang digunakan, maka tim juga mengembangkan riset di beberapa tempat lain seperti Banda Aceh, Trowulan dan situs megalitikum Gunung Padang.
Karena di Gunung Padang hasil uji teknologi menunjukkan kemiripan dengan Gunung Sadahurip, maka tim memutuskan untuk terlebih dahulu melakukan tahap pengeboran untuk membuktikan uji teknologi. Hasilnya ternyata membuktikan bahwa ada kesesuaian antara uji teknologi dan hasil pengeboran.
Di Gunung Padang tim menemukan bangunan yang terpendam berupa man made structures. Hasil yang didapat di Gunung Padang sekaligus mengalibrasi obyek riset utama yaitu Gunung Sadahurip yang direncanakan pengeborannya dilakukan pada bulan Maret ini.
Laporan Riset Gunung Padang
1. Dari analisis morfologi Gunung Padang jelas memperlihatkan Gunung Padang seperti sebuah gundukan besar di kaki sebuah punggungan dari Gunung Karuhun (perbukitan tinggi di selatan Gunung Padang). Artinya, interpretasi geologi yang paling mungkin adalah gunung api purba atau intrusi batuan beku. Tapi apakah demikian? Dari hasil survei lintasan Geolistrik (memakai SuperSting R8) tidak mendukung interpretasi geologi ini.
Ada beberapa lintasan geolistrik yang dibuat: Dua lintasan dengan spasing elektroda 3m dan 8m untuk penampang Utara-Selatan, tiga lintasan dengan spasing elektroda 1m, 4m, 10m untuk penampang Barat-Timur (catatan: spasing elektroda 3m dengan jumlah electrode 112 depth of penetrationnya ~ 60m, yang 8m sampai 200 m-an). Singkatnya, data geolistrik tidak memperlihatkan struktur intrusi magma, volcanic plug ataupun gunung purba, melainkan satu geometri yang sangat unik dan sepertinya tidak alamiah. Inti gambaran subsurface Gunung Padang. Dari atas 0 - ~20m adalah lapisan horizontal dengan resistivity ratusan Ohm-meters.
Di bawah itu ada lapisan dengan resistivity ribuan Ohm-meters (warna merah) dengan tebal sekitar 20-30meter, miring ke Utara tapi anehnya bagian atas lapisan miring ini seperti "terpancung rata" (di kedalaman 20 meteran itu) dan membaji pas di ujung selatan Situs. Ini mengindikasikan bahwa dari depth 20 meter ke atas adalah man-made structures. Lapisan merah diduga adalah batuan keras massif - batuan andesit-basalt. Di bawah lapisan merah adalah lapisan batuan yang low-resistivity - kemungkinan berpori dan ber-air.
Tapi yang unik adalah adanya bentukan biru besar membulat di bawah situs yang sangat rendah resistivitasnya (mendekati 1 atau true conductor). Keunikan tidak berhenti di situ, di bawah si biru bulat itu ada lapisan dengan resistivitas tinggi (merah) - batuan keras yang berbentuk seperti cekungan atau "cawan raksasa" yang posisinya kira-kira sekitar 100 meter dari puncak atau sedikit di bawah level tempat parkir di permulaan tangga untuk naik ke situs. Penampakan cawan ini sangat konsisten terlihat di lintasan Utara-Selatan dan Barat-Timur. Sama sekali tidak terlihat ada indikasi "feeding dukes" atau leher intrusi di Penampang geolistrik.