Animisme Postmodern dan Hidup Sesudah Mati
(Mikael Ekel Sadsuitubun - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado)
Judul artikel yang akan saya review adalah "Animesme postmodern dan hidup sesudah mati". Artikel ini diambil dari buku "TUHAN & AGAMA DALAM DUNIA POSTMODERN". Pengarang: David Ray Griffin, Penerjemah: A. Gunawan Admiranto, Penerbit: Kanisius. Review ini akan saya bagi ke dalam tiga bagian yakni isi ringkasan artikel, manfaat dan kesan/rekomendasi.
1. Ringkasan Artikel
Para intelektual dunia modern sangat sulit untuk mempercayai adanya kehidupan setelah kematian. Dunia modern memandang bahwa kehidupan setelah kematian adalah sesuatu yang tidak mungkin, atau kemungkinannya sangat kecil. Selain menolak akan kehidupan setelah kematian, mereka juga mencurigai usaha untuk mempertimbangkannya dan mengabaikan adanya bukti-bukti positif pada keyakinan itu.
Konsensus modern adalah bahwa kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati secara metafisik tidak mungkin, tidak memiliki dasar empiris, dan secara moral berbahaya. Berangkat dari persoalan ini, maka melalui artikel "Animisme Postmodern dan Hidup Sesudah Mati" penulis hendak memperlihatkan tentang bukti empiris akan adanya kehidupan sesudah kematian.
Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis membaginya dalam beberapa bagian besar yang saling terkait satu dengan lainnya. Setiap bagian hendak menjelaskan tentang persoalan akan Tuhan dan kehidupan sesudah kematian.
Pada bagian pertama, penulis berusaha menjelaskan tentang bagaimana pandangan dunia modern yang merupakan pandangan dunia yang bersifat anti-animistik mengesampingkan kemungkinan adanya kehidupan setelah kematian dan bukti-bukti yang mendukungnya.
Bagian kedua penulis memaparkan tentang aspek-aspek animisme postmodern yang paling relevan dengan usaha untuk memikirkan kembali adanya kehidupan setelah kematian. Bagian ketiga penulis meninjau masalah kemungkinan adanya kehidupan setelah kematian dari dua sudut pandang, yaitu dari metafisika animisme postmodern dan bukti empiris tidak langsung yang diberikan oleh para psikolog. Bagian keempat penulis membahas tentang masalah bukti empiris langsung dan pada bagian terakhir penulis membahas tentang keberatan-keberatan moral terhadap kehidupan setelah kematian.
Berangkat dari penjelasan tentang kerangka pemikiran dalam artikel "Animisme Postmodern dan Hidup Sesudah Mati", maka kita bisa mengatakan bahwa modernitas menolak keyakinan akan hidup sesudah mati. Sebaliknya Postmodern memiliki pandangan yang lebih terbuka sehubungan dengan keyakinan akan hidup sesudah mati.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sesungguhnya penolakan modernitas pada kehidupan sesudah kematian lebih banyak didasarkan pada keyakinan apriori bahwa hal itu tidak mungkin dan keyakinan akan itu berbahaya daripada karena kurang atau tidak adanya bukti. Keyakinan akan berbahayanya hal ini berasal dari pertentangan konsepsi pramodern tentang kehidupan sesudah kematian dengan cara berpikir superfisial modernisme yang mudah mematahkannya.