Lihat ke Halaman Asli

Eka Yuliana Nurohmah

Learner; writer; teacher

Pentingnya Dialog dalam Pembelajaran

Diperbarui: 18 Maret 2024   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kegiatan belajar Source:https://images.app.goo.gl/X8TmSkf5guFY4qWw9

Belajar memang perkara yang kerap kali dianggap membosankan bagi segelintir orang. Proses belajar yang memerlukan waktu yang relatif panjang ini, kerapkali membuat seseorang jenuh. Hal tersebut tentu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, melainkan juga sangat lumrah terjadi pada anak-anak.

Singkat cerita, belajar bersama anak-anak adalah kegiatan yang saya lakukan setiap hari. Kadangkala, saya merasa sedikit chaos menghadapi kondisi ketika anak rewel, ngantuk, dan tidak mood belajar.

Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tentu segala cara dan upaya sudah pernah dicoba. Atur strategi, switch metode sudah dilalui. Mulai dari ice breaking, memulai pembelajaran dengan berkisah, bermain peran bahkan sampai mengkorelasikan materi dengan topik obrolan kesukaan si anak atau barang" kesukaannya, menjadi jalan yang harus diambil, demi anak tetap mau belajar.

Metode kombinasi ini tersusun dari  teknik hiwar (dialog) dan teknik al-qishah (bercerita/berkisah) tersebut diatas kiranya menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan ketika situasi, kondisi dan keadaan hati anak cenderung kurang prima untuk belajar.

Satu hal yang menarik bagi saya adalah respon positif anak terhadap kisah-kisah yang saya kisahkan. Satu poin yang saya tangkap dan saya pelajari dari hal tersebut adalah sebenarnya, tingkat ke-kepo-an dan minat anak terhadap pengetahuan itu sangatlah besar.

Buktinya, tak jarang ketika dijelaskan ia selalu merespon dengan memberikan beberapa pertanyaan. Tentu, mereka bertanya hal-hal sederhana. Namun justru pertanyaan yang sederhana terkadang orang dewasa sulit untuk menjawab dan menjelaskannya. Contohnya "Bu, kendaraan buroq itu bentuknya kaya apa to?"

Hal tersebut sedikit menunjukkan bahwa sejatinya memang benar bahwa perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak  7-12 tahun itu masih sangat prima. Sehingga, perlu adanya dorongan dan dukungan via dialog interaktif supaya kemampuan tersebut dapat berkembang dengan maksimal.

Disamping hal tersebut, dialog juga menjadi pintu terbuka untuk membangun bonding orangtua dengan anak. Sehingga hal ini menjadi penting dalam upaya memaksimalkan potensi dan keterampilan sejalan dengan perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik anak.


Kiranya, dialog dari hati ke hati menjadi kunci pembuka untuk mengatasi kejenuhan belajar, bercerita melatih dan memantik kreativitas dalam berpikir serta menumbuhkan motivasi dan  semangat belajar pada anak. 

Itulah pentingnya dialog sebagai salah satu upaya untuk mengatasi problematika naik turunnya mood belajar pada anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline